Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta penjadwalan ulang terkait sidang praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah menetapkan sidang perdana praperadilan Sofyan pada Senin (20/5) dengan Hakim Tunggal Agus Widodo.

"Praperadilan SFB, kami sudah sampaikan surat ke PN Jaksel pada Jumat (17/5) kemarin, permintaan penjadwalan ulang sidang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Adapun, kata Febri, pertimbangan penjadwalan ulang terkait kebutuhan koordinasi untuk praperadilan Sofyan tersebut.

Sofyan merupakan tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan resmi mengajukan praperadilan pada Rabu (8/5) dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi cq pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Sementara dalam petitum permohonan praperadilan Sofyan, disebutkan misalnya dalam provisisi menerima dan mengabulkan permohonan provisi dari pemohon untuk seluruhnya.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apapun termasuk melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan dalam perkara.

Sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.

Sementara dalam pokok perkara disebutkan, misalnya pertama menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya.

Kedua menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019;
Surat KPK R.I. Nomor: B 230 DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019