Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan kasus penolakan dukuh atau kepala dusun terpilih karena perempuan seperti yang terjadi di Dusun Pandeyan, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul tidak perlu terjadi.

"Ya, saya kira hal seperti itu tidak perlu. Kalau memang dia menang ya siapa pun dia punya hak," kata Sultan, saat ditemui seusai menjadi inspektur upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-111, di Alun-alun Utara, Yogyakarta, Senin.

Menurut Sultan, penolakan itu tidak tepat karena selama ini di Indonesia tidak ada pendikotomian berdasarkan gender baik laki-laki maupun perempuan maupun suku atau agama yang dianut dalam konteks hak untuk dipilih menjadi pemimpin.

"Republik ini kan tidak membedakan orang perempuan maupun laki-laki maupun membedakan sulu dan agama. Semua diperlakukan sama," kata dia.

Merespons polemik tersebut, Sultan mengatakan telah mengirim utusan ke Kabupaten Bantul untuk mengecek kebenaran kasus penolakan dukuh perempuan di Dusun Pandeyan, Desa Bangunharjo oleh warganya.

"Tadi malam saya sudah suruh orang menanyakan peristiwa itu betul atau tidak," kata dia.

Sultan menilai penolakan dukuh karena berjenis kelamin perempuan dilakukan oleh oknum yang memiliki motif tidak jauh berbeda dengan oknum-oknum yang terlibat dalam sederet kasus intoleransi di Banguntapan maupun Kotagede Yogyakarta.

"Ya, itu kan biasa oknum, itu kan sama dengan kejadian yang di Banguntapan maupun Kotagede. Ya motif-motif sama lah, kira-kira kan begitu," kata Raja Keraton Ngayogyakarta ini pula.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang Dukuh terpilih bernama Yuli Lestari (42) di Dusun Pandeyan, Desa Bangunharjo, Bantul ditolak oleh warganya sendiri. Padahal, Yuli telah memenuhi persyaratan dan mengikuti tes serta mengungguli calon lainnya dalam pemilihan kepala dusun setempat.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019