Bandung (ANTARA) - Gempa bumi dengan kekuatan 7,3 Skala Richter yang mengguncang wilayah Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 2 September 2009 menyebabkan sekitar 80 persen bangunan rumah warga dan fasilitas publik di Desa Pangalengan hancur, serta menewaskan 11 orang warganya.

Seiring berjalannya waktu, suasana desa dan kondisi masyarakat Pangalengan berangsur pulih. Aparat dan warga desa yang berada di Kecamatan Pangalengan itu bahu-membahu untuk memajukan desa. Kini, setelah hampir satu dekade, warga Desa Pangalengan berhasil bangkit dan bahkan meraih prestasi.

Dra Tati Yulian Domo, yang menjabat sebagai Kepala Desa Pangalengan Periode 2007-2013 menggantikan Ahmad Salimudin dan tahun ini untuk kedua kalinya terpilih menjadi kepala desa, sukses memimpin warganya bangkit dari keterpurukan akibat bencana yang menorehkan trauma.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Kepala Desa Pangalengan itu menuturkan bahwa memulihkan trauma setelah bencana besar bukan hal mudah.

"Bukan hal yang mudah untuk melupakan trauma akibat gempa bumi, bayangkan saja banyak warga yang kehilangan harta bendanya, rumah mereka ada yang rata dengan tanah bahkan ada 11 orang warga yang tewas akibat gempa," kata Tati di Kantor Desa Pangalengan, Jalan Raya Pangalengan No 6 KM 41, Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Perempuan berkerudung itu kemudian berusaha membangun keyakinan warganya untuk bangkit, tidak membiarkan diri berlarut-larut meratapi kenangan kelam akibat bencana.

Dia memotivasi warga untuk bangkit dengan fokus bekerja dan berkarya, menampilkan performa terbaik, dan menggerakkan kembali gotong royong, sambil terus membangun komunikasi dengan warga yang menurut situs resmi desa jumlahnya 21.543 orang.

Saat ada warga yang anggota keluarganya meninggal dunia, dia menyempatkan diri datang ke rumah duka untuk menyampaikan belasungkawa dan menghadiri pemakaman.

"Kalau saya tidak hadir saat ada warga yang meninggal, itu sama keluarga warga yang meninggal saya akan ditanya, Bu Kades ke mana, kok tidak hadir," kata Tati.

Bersamaan dengan upaya-upaya itu, Tati menjalankan program-program inovasi desa untuk menata kembali Desa Pangalengan, yang dibentuk tahun 1811 dan namanya konon diambil dari istilah pengalengan kopi karena pada masa lalu daerah itu merupakan tempat perkebunan dan pengolahan kopi.

"Sekali lagi itu semuanya bukanlah hal yang mudah, rintangan dan kerikil tajam senantiasa mengiringi usaha dan upaya yang telah dilakukan, tapi alhamdulillah, berkat dukungan dan partisipasi warga masyarakat lah yang membuat semuanya dapat bertahan," kata dia.
 
Kepala Desa Pangalengan Dra Tati Yulian Domo. (ANTARA/Ajat Sudrajat)


Tingkatkan Pelayanan

Guna meningkatkan kesehatan warganya, Tati mengoptimalkan fungsi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan menawarkan program yang inovatif guna menarik simpati warga.

Desa Pangalengan yang berhawa dingin saat ini memiliki satu Puskesmas dan setiap lingkungan rukun warganya sudah memiliki Posyandu. Desa Pangalengan punya 24 Rukun Warga (RW).

Sebagai seorang ibu, Tati juga menampung masukan dari ibu rumah tangga di desanya lewat kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang mengadakan berbagai kegiatan seperti demo memasak, kursus menjahit dan pelatihan keterampilan.

Di samping itu, Tati bersama aparat Desa Pangalengan memikirkan solusi untuk mengelola sampah. Desa Pangalengan menghadapi masalah karena warga desa masih banyak yang membuang sampah di pinggir jalan atau pinggir fasilitas publik seperti Pasar Pangalengan.

Akibatnya, pemerintah desa harus mengeluarkan biaya operasional besar untuk mengangkut sampah warga. Setiap kali mengangkut sampah warga desa ke tempat pembuangan akhir sampah di luar desa, pemerintah desa harus mengeluarkan biaya sampai Rp25 juta.

Kondisi itu mendorong pemerintah desa berinovasi, menggagas program Bank Sampah.

Selain menampung dan memanfaatkan sampah organik dan anorganik warga, Bank Sampah Desa Pangalengan akan memungkinkan warga berobat gratis di Puskesmas Desa Pangalengan dengan menukarkan sampah.

"Doakan saja Program Bank Sampah ini bisa segera direalisasikan, perencanaannya sudah matang, tinggal direalisasikan saja, semoga tahun ini seiring dengan cairnya dana desa program ini bisa direalisasikan," kata Tati.

Saat ini, kerja Tati bersama warga membangun desa telah membuahkan prestasi. Desa Pangalengan telah memiliki puskesmas, posyandu di 24 RW, masjid di setiap RW, 10 Sekolah Dasar Negeri, satu Sekolah Menengah Pertama, dan dua Sekolah Menengah Atas. Desa Pangalengan juga pernah menjadi Juara I Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bandung dan kemudian mewakili Kabupaten Bandung mengikuti lomba desa di tingkat Provinsi Jawa Barat.

Berkat kerja keras warga dan aparatnya, Desa Pangalengan juga terpilih menjadi salah satu desa penerima bantuan keuangan dalam Program Desa Mandiri dalam Perwujudan Desa Peradaban.

Tak sampai di situ, tahun lalu Desa Pangalengan terpilih sebagai Desa Terbaik peringkat ke-57 dari 100 Desa Terbaik di Indonesia versi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.

"Alhamdulillah, ini semua buah kerja kami semua, warga Desa Pangalengan," kata Tati.

Namun semua prestasi itu tidak lantas membuat Desa Pangalengan lantas berpuas diri. Warga dan aparat desa yang berada sekitar 46,2 kilometer dari pusat Kota Bandung itu melanjutkan upaya-upaya untuk membangun dan mewujudkan desa yang sejahtera. (A066)

Baca juga:
Rempoah bersinergi mewujudkan desa mandiri
Bangunjiwo membangun keunggulan sambil merawat tradisi

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019