Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui fungsi koordinasi dan supervisi mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera melakukan penertiban dalam pengelolaan aset daerah dan mengoptimalkan penerimaan daerah.

"Hal tersebut sesuai hasil "monitoring" dan evaluasi berkala yang dilakukan KPK pada pertengahan Mei 2019 yang mendampingi pemerintah Sulawesi Selatan melakukan perbaikan tata kelola pemerintahan se-Provinsi Sulsel," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Dari evaluasi yang dilakukan tersebut, KPK menemukan persoalan terkait manajemen Barang Milik Daerah (BMD), yaitu berupa sejumlah aset daerah yang bermasalah dan aset daerah yang belum disertifikatkan.

"Yakni, hanya 42,4 persen yaitu sebanyak 335 bidang tanah yang telah disertifikatkan dari total 790 bidang tanah aset milik Pemprov Sulsel," ungkap Febri.

Selain itu, lanjut Febri, ada 41 aset Pemprov Sulsel lainnya yang bermasalah.

Terhadap 41 aset yang bermasalah, tim KPK telah merekomendasikan dan melakukan sejumlah langkah penyelesaian yang ditindaklanjuti oleh Biro Aset Pemprov Sulsel, yaitu membuat surat kuasa khusus kepada Kejati Sulsel sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan pendampingan terhadap proses penanganan masalah hukum atas 24 aset bermasalah.

"Hal ini merupakan pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemprov Sulsel dengan Kejati Sulsel tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara," tuturnya.

Selanjutnya, satu aset bermasalah telah diselesaikan melalui proses pensertifikatan.

"Sedangkan, atas 16 aset lainnya masih dalam proses pendalaman lebih lanjut. Pemprov Sulsel juga direkomendasikan untuk melengkapi seluruh dokumen terkait dan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyelesaikan masalah aset tersebut," kata Febri.

Sementara, terkait upaya optimalisasi pendapatan daerah KPK mendorong pengembangan juga penyelesaian sejumlah persoalan terkait pengembangan aplikasi e-Samsat di Pemprov Sulsel yang sudah terintegrasi dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD), Polda, dan Jasa Raharja.

KPK mengapresiasi Pemprov Sulsel bersama BPD mengembangkan inovasi pembayaran melalui "mobile banking", ATM, Indomaret, dan fasilitas cicilan pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui program "SiPiJar".

Kemudian, Febri menyatakan bahwa 43.911 kendaraan dinas kabupaten/kota di Provinsi Sulsel menunggak pajak dengan total nilai tunggakan dan bunga sebesar Rp19,3 miliar.

"Sampai dengan April 2019 sudah dibayarkan sebesar Rp 792 juta. Namun masih ada wajib pajak yang belum melunasi pajaknya," kata dia.

Atas tunggakan pajak kendaraan bermotor tersebut, KPK mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) membuat surat teguran kepada wajib pajak agar segera melakukan pelunasan melalui Bank Sulselbar dan mengkonfirmasi pembayaran tersebut kepada Bapenda Provinsi Sulsel.

"Kemudian, penyelesaian tunggakan pajak air permukaan dari dia perusahaan swasta dan dua PDAM sebesar total Rp1,5 miliar," kata dia.

Untuk Pemkot Makassar, KPK mengevaluasi terkait pengelolaan atau manajemen aset daerah. Hingga Mei 2019 tercatat 3.926 tanah jalan/non jalan milik Pemkot Makassar belum bersertifikat dari total 4.186 tanah.

"Atas tanah tersebut, KPK merekomendasikan untuk segera dilakukan pensertifikatan, terutama untuk perkantoran dan rumah dinas," tuturnya.

Selain itu, kata dia, sebanyak 27 aset milik Pemkot Makassar bermasalah.

Pemkot Makassar telah direkomendasikan untuk koordinasi dengan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kota Makassar untuk penyelesaian aset bermasalah, selain membuat Surat Kuasa Khusus kepada Kejari Makassar baik dengan pendekatan litigasi maupun non litigasi.

"Sebanyak 489 fasum fasos di Kota Makassar juga belum diserahkan ke Pemkot Makassar. Sampai saat ini baru dua fasum fasos yang telah diserahkan ke Pemkot Makassar," ucap Febri.

KPK merekomendasikan Pemkot Makassar untuk melakukan pendekatan persuasif kepada pengembang agar segera menyerahkan fasum fasos yang sudah terdata.

Sedangkan, ucap Febri, terkait optimalisasi pendapatan daerah di Pemkot Makassar, beberapa proses yang sedang berjalan penyelesaiannya, yaitu pertama, Bapenda Kota Makassar sudah terkoneksi "host to host" dengan BPN terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

"Kedua, tunggakan PBB senilai Rp15 miliar dari 73 wajib pajak dengan tunggakan di atas Rp100 juta," kata Febri.

Ketiga, Bapenda Kota Makassar saat ini sedang melakukan koordinasi dengan BPN dalam rangka penyesuaian peta dengan pemanfaatan zona nilai tanah.

"Keempat, tunggakan pajak kendaraan sebesar total Rp20,8 miliar dari total 1.910 kendaraan milik 31 perusahaan dan 92 perorangan," kata dia.

Terakhir, Pemkot Makassar bekerja sama dengan Bank Sulselbar saat ini sedang melakukan pemasangan alat rekam pajak pada hotel, restoran, hiburan, dan parkir sebagai wajib pungut pajak untuk optimalisasi penerimaan pajak daerah.

"Sebagaimana telah diketahui, program pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Sulsel meliputi delapan sektor, yaitu perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, manajemen ASN, kapabilitas APIP, optimalisasi pendapatan daerah, dana desa, dan manajemen aset daerah," ujar Febri.

Dari delapan sektor program tersebut, fokus KPK tahun 2019 ini pada sektor manajemen aset daerah dan optimalisasi pendapatan daerah.

"Hasil evaluasi sampai dengan akhir Desember 2018 menunjukkan nilai rata-rata "monitoring centre for prevention" (MCP) Provinsi Sulsel adalah 64 persen atau berada di kategori hijau," ungkap Febri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019