Kuala Lumpur (ANTARA News) - Catatan KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Sabah menyebutkan, 690 WNI meninggal dunia di Malaysia sepanjang 2007, sebagian besar dari mereka TKI dan sebagian kecil adalah WNI yang mendapatkan permanent residence (PR) atau IC Merah. "Ada 529 jenasah yang dikirim ke Indonesia, sementara yang dimakamkan di Malaysia ada 129 orang. Total jumlah WNI yang meninggal sebanyak 658 orang, sebagian besar TKI, ada yang ilegal, dan WNI yang mendapatkan permanent residence," kata staf konsuler KBRI Kuala Lumpur, Rizaldi, kepada ANTARA, Rabu. Sebagian jenasah yang dikirim ke Indonesia termasuk juga TKI yang diduga melakukan kriminal. "Kami katakan diduga WNI itu ditembak polisi di lokasi kriminal. Jadi belum terbukti secara hukum," katanya. Sementara itu, staf konsuler KJRI Sabah Didik Eko mengungkapkan, "Berdasarkan catatan yang masuk, TKI yang meninggal di KJRI Sabah sebanyak 32 orang. Semuanya TKI. Tapi saya yakin banyak lagi TKI yang mati tapi statusnya ilegal sehingga kawan-kawannya langsung menguburkan di tempat atau memulangkan ke kampung halaman nya sendiri. Untuk mempersoalkan atau lapor polisi mereka takut," katanya. Data kematian WNI di Malaysia tersebut baru merupakan catatan yang berada di KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Sabah, belum termasuk yang tercatat di KJRI Johor Bahru, Penang, dan Sarawak, pasti mereka pun punya catatan surat pengantaran jenasah WNI pulang kampung. Jika direkapitulasi maka jumlahnya akan jauh lebih besar. Presiden PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Muhammad Iqbal mengatakan, pemerintah Indonesia harus peduli dengan jumlah WNI yang meninggal di Malaysia. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan bertemu dengan PM Malaysia Abdullah Badawi, 21 Januari 2008, di Kuala Lumpur harus membahas hal ini," katanya. Hubungan baik Indonesia-Malaysia harus menyentuh akar persoalan sosial antara masyarakat Indonesia dengan Malaysia. Jika tidak tersentuh maka selama itu hubunganya akan mengalami pasang surut. Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Sosiology Research Khairudin Harahap mengatakan, pemerintah Indonesia mulai tahun 2009 dan seterusnya harus mengalokasikan dana bagi pembentukan LBH TKI di Malaysia. Anggotanya terdiri dari para pengacara Indonesia dan Malaysia dan didukung juga oleh LSM Indonesia dan Malaysia. "LBH TKI harus independen sehingga dapat bergerak bebas dan cepat dalam menangangi masalah TKI dan WNI di Malaysia," kata Khairudin. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008