Problem utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga
Kupang (ANTARA) - Satuan tugas (Satgas) Tindak Pemberantasan Perdagangan Orang (TPPO), telah menggagalkan pengiriman sekitar 500 calon pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) secara tidak prosedural, selama Januari-Mei 2019.

"Sampai dengan 28 Mei 2019 ini, sudah sekitar 500 PMI non prosedural yang kami cegah untuk berangkat ke luar NTT," kata Petugas Satgas TPPO Bandara El Tari Kupang, Rony Bengngu kepada ANTARA di Kupang, Selasa, terkait PMI non-prosedural.

Para calon PMI yang dicegah keberangkatannya ini, hendak berangkat ke luar NTT untuk mencari kerja melalui Bandara El Tari maupun Pelabuhan Laut Tenau Kupang.

Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa mengatakan, masalah lapangan pekerjaan menjadi faktor utama, mendorong warga untuk berlomba-lomba menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara tidak prosedural.

"Problema utamanya adalah lapangan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan warga. Inilah yang menjadi daya dorong paling kuat warga kita menjadi PMI, walaupun kepergiaan mereka tanpa dilengkapi dokumen resmi," katanya.

Disamping keterbatasan lapangan kerja, para PMI ini diberikan iming-iming tentang gaji besar, dan dibayar dalam bentuk uang dolar yang kalau dirupiahkan lebih banyak.

Padahal, bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur, memiliki resiko yang sangat tinggi.

Dia menambahkan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah menciptakan kemandirian dengan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan pada balai-balai latihan kerja.

Dengan memiliki keterampilan, seperti menjahit, membuat batu batako, cukur rambut dan keterampilan lainnya, serta modal usaha, mereka bisa membangun usaha secara mandiri, katanya. * 


Baca juga: 315 TKI ilegal dideportasi ke Nunukan dua hari berturut-turut
Baca juga: Korea Selatan butuh delapan ribu TKI
 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019