Kuala Lumpur (ANTARA News) - Perjuangan Nirmala Bonat, 23 tahun, dalam mendapatkan devisa negara dengan menjadi PRT di Malaysia dan berjuang mencari keadilan di pengadilan Kuala Lumpur sehingga harus hidup di penampungan KBRI Kuala Lumpur sekitar 3,5 tahun perlu mendapatkan penghargaan. "Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) akan memberikan penghargaan kepada Nirmala Bonat. Bentuknya apa, sedang kami bicarakan," kata Presiden (Ketua Umum) PPI Muhammad Iqbal, di Selangor, Minggu. Menurut Iqbal, kesabaran dan pengorbanan Nirmala tinggal di penampungan (shelter) KBRI Kuala Lumpur patut diberi penghargaan, karena banyak PRT lain yang disiksa majikan begitu melihat Nirmala hidup bertahun-tahun di penampungan menanti keadilan dan vonis pengadilan Malaysia menjadi mundur. Mereka enggan kasusnya masuk pengadilan dan berharap menerima ganti rugi saja. "Ini yang menjadi pertimbangan kami," kata Iqbal, mantan staf IOM (International Organization of Migrant) dan mahasiswa program studi S3 di UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia). "Kami mendukung pula agar keinginan Nirmala Bonat pulang bersama pesawat kepresidenan pada 12 Januari 2008 bisa dipenuhi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bentuk penghargaan terhadap pahlawan devisa dan perjuangan dan pengorbanan Nirmala mencari keadilan di pengadilan Malaysia," katanya. Yudhoyono direncanakan akan datang ke Kuala Lumpur, 10-12 Januari 2008 untuk bertemu dengan PM Malaysia Abdullah Badawi, dalam rangka pertemuan konsultasi yang seharusnya dilaksanakan tahun 2007. Presiden Yudhoyono rencananya akan menerima penghargaan berupa gelar dari Yang Di-Pertuan Agung Malaysia Mizan Zainal Abidin. Nirmala telah menerima paspornya, Jumat, setelah 3,5 tahun ditahan di pengadilan Kuala Lumpur terkait dengan kasus penyiksaan dirinya oleh majikannya Yim Pek Ha, 39 tahun, sejak Mei 2004. Ia menerima paspornya, setelah hakim Akhtar Tahir menyatakan majikannya bersalah. Hakim juga menerima empat tuduhan jaksa mengenai penyiksaan oleh majikannya dan semua tuduhan itu dapat dibuktikan dengan baik. Nirmala, TKW asal NTT, bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di kondomunium Villa Putra, Kuala Lumpur, September 2003-Mei 2004. Awal 2004, majikan perempuannya Yim Pek Ha selalu menyiksa dalam bentuk menyetrika badan Nirmala, menyiram air panas, memukul kepala dengan hanger (gantungan baju), gelas jika kesal dan tidak puas dengan kerja Nirmala. Ia sangat ingin kembali ke kampung halaman untuk bertemu dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya. Lama ia tidak bisa kembali ke kampung halaman karena proses pengadilan atas kasus dia berjalan sangat lamban. Nirmala sering dijanjikan akan dipulangkan ke kampung halaman oleh KBRI sejak Agustus 2007, karena diperkirakan kasusnya selesai. Tetapi ternyata terus mundur hingga, Kamis (3/1), hakim Akhtar Tahir memberikan keputusan awal. Oleh sebab itu, pengadilan Kuala Lumpur mengembalikan paspor Nirmala. Akibat kerinduan yang sangat dalam dan hanya mendapat janji terus, Nirmala sempat stres dan marah-marah sampai memecahkan kaca ruang penampungan TKI di KBRI Kuala Lumpur beberapa bulan lalu. Oleh karena sudah mendapatkan paspornya kembali, Nirmala ingin segera kembali ke kampung halaman. "Ada pemulangan TKI dari KBRI besok, tapi saya tidak termasuk daftar, padahal saya sudah sangat ingin pulang kampung. Kalau boleh ikut pesawat Presiden aja deh ketika pulang ke Jakarta. Kan gak perlu bayar. Lebih irit," ujar Nirmala dengan nada polos. (*)

Copyright © ANTARA 2008