Jakarta (ANTARA) - Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama A Umar, mengatakan sinergi renovasi 300 madrasah di 2019 terjadi dua arah antara Kementerian Agama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Kerja sama ini bilateral. Kami dengan Kementerian PUPR berkomunikasi dengan baik," kata Umar saat dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan Kemenag terus melakukan komunikasi dengan Kemen-PUPR dalam melakukan renovasi 300 madrasah. Dengan begitu, akan didapatkan titik temu mengenai kendala dari masing-masing kementerian dalam merealisasikan rehabilitasi madrasah di berbagai tempat di Indonesia.

Singkat kata, Umar menyambut baik upaya pemerintah melalui Kementerian PUPR untuk merenovasi sekitar dua ribu sekolah dan 300 madrasah tahun ini. Meski dia berharap agar jumlah itu ditambah sehingga semakin banyak madrasah yang dibantu sarana prasarananya.

"Harapan kami itu, minimalis dulu. Pemerintah hadir menyelesaikan rehabilitasi ruang-ruang untuk belajar yang sudah tidak layak pakai, sudah rusak. Targetnya, terpenuhinya standar pelayanan minimal bagi madrasah. Jadi setidaknya mereka memiliki ruang belajar yang layak dengan sejumlah ruang belajar yang ada," kata dia.

Tidak kalah penting dalam pembangunan ruang kelas, Umar berharap agar tersedia perangkat pendukung pendidikan di madrasah seperti laboratorium dan perpustakaan meski dengan standar minimal sehingga pihak madrasah dapat menjalankan proses kegiatan belajar dan mengajar secara wajar.

"Syukur-syukur bisa lebih," kata dia.

Secara umum, dia mengatakan pekerjaan rumah untuk madrasah cukup banyak karena alokasi anggaran untuk lembaga pendidikan keagamaan Islam itu memiliki keterbatasan. Akses anggaran dari negara untuk madrasah tidak sebanyak untuk sekolah umum.

Menurut dia, madrasah yang ada dalam ranah garapan Kemenag hanya mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat dan bantuan masyarakat. Berbeda dengan sekolah umum yang mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.

Dia mengatakan tri pusat tanggung jawab pendidikan terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Tetapi madrasah biasanya tidak mendapat dukungan dari pemerintah daerah karena sejumlah kendala sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Untuk mengatasi hal itu, kata dia, perlu ada terobosan dalam menyikapi UU 23 Tahun 2014 yang membatasi wewenang unsur pemda guna mengurus madrasah. Realitas saat ini madrasah rusak tidak diintervensi pemda tetapi diserahkan kepada pemerintah pusat.

"Kalau pemda bisa melihat madrasah sebagai institusi pendidikan seharusnya mereka terlibat secara langsung bagaimana menangani madrasah tidak beruntung. Contoh, ketika ada program pendidikan dari pemda biasanya menyasar sekolah umum saja. Kepala daerah dapat beralasan merujuk UU 23 Tahun 2014, ini ingin kita ubah karena tidak adil bagi madrasah," katanya.

Dia mencontohkan terobosan yang diperlukan agar madrasah dapat terurus misalnya dengan adanya diskresi dari Presiden dengan membuat Peraturan Pemerintah terkait instruksi agar pemda ikut mengurus madrasah. Bisa juga Menteri Dalam Negeri menurunkan penjelasan ke daerah bagaimana seharusnya mengurus madrasah.

Umar mengatakan madrasah juga memerlukan bantuan dari pemda bukan hanya dari pusat.

"Kalau ada keberadaan madrasah yang tidak untung itu wajar karena di sisi lain mereka ditopang tiga pusat kekuatan, kemudian hanya dua sumbu yang bisa diakses madrasah yaitu pemerintah pusat dan masyarakat. Pemda yang diharapkan tidak bisa berbuat banyak. Itu jadi persoalan. Padahal yang harus ditangani di dunia pendidikan tidak hanya sekolah saja tapi juga madrasah," katanya.

Baca juga: Kemenag harapkan Kemen-PUPR tambah jumlah madrasah direnovasi
Baca juga: Kementerian PUPR targetkan 2.000 sekolah-300 madrasah direnovasi 2019

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019