DPR memandang perlunya penguatan kerja sama kedua negara di bidang energi terbarukan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menginginkan agar kolaborasi antara Indonesia dan Kosta Rika dapat diperkuat dalam pengembangan energi terbarukan dalam rangka membangun kemandirian energi nasional dan ekonomi berkelanjutan.

"DPR memandang perlunya penguatan kerja sama kedua negara di bidang energi terbarukan," kata Fadli Zon dalam rilis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Fadli mengemukakan hal tersebut setelah menerima Head of Mission of Costa Rica, Esteban Quiros di Gedung Nusantara III DPR RI Jakarta, Rabu (29/5).

Menurut dia, Kosta Rika menilai Indonesia adalah negara yang penting sehingga mereka juga ingin memperkuat hubungan dengan Indonesia di berbagai bidang.

Politikus Partai Gerindra itu berpendapat bahwa sejumlah hal yang ingin diperkuat antara lain dalam sektor energi dan lingkungan hidup.

Apalagi, ujar dia, Kosta Rika juga merupakan negara yang sukses dalam menerapkan energi bersih dan terbarukan karena negara di Amerika Latin itu berhasil menghasilkan 98,53 persen sumber energi alternatif yang berasal antara lain dari tenaga air, angin dan panas bumi.

Fadli mengemukakan, sama seperti Kosta Rika, Indonesia juga memiliki kepedulian tinggi terhadap isu perubahan iklim dan energi baru dan terbarukan yang sangat penting bagi tercapainya Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih sangat lambat meski Indonesia kaya akan potensi sumber daya EBT.

Fabby menuturkan sepanjang 2015-2018, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hanya 882 mega watt (MW). Padahal, di era sebelumnya, yakni 2010-2014, kapasitas pembangkit EBT bisa mencapai 2.615,7 MW.

Kalau ini diteruskan sampai 2019, ia memperkirakan bahwa jumlah itu hanya bertambah 300 MW sehingga total kapasitas maksimum hanya 1.200 MW.

Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi yang saat ini baru 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) capaian saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025.

Rasio elektrifikasi pun ditaksir naik memenuhi target 96 persen pada akhir 2019. Namun, lanjutnya, regulasi yang ada justru dinilai menghambat perkembangan EBT.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan bahwa pemanfaatan EBT membutuhkan modal sekitar 90 miliar dolar AS untuk bisa mencapai target 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025.

Baca juga: KLHK diharapkan dorong pengembangan energi baru dan terbarukan

Baca juga: LIPI merayakan Hari Bumi, hadirkan 3 teknologi energi terbarukan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019