Jakarta (ANTARA) - Jika Indonesia punya kue nastar, maka Mesir punya Kahk el-Eid sebagai penganan tradisi untuk merayakan Idul Fitri.

Kahk adalah kue kering terbuat dari tepung terigu, gula, mentega dan biji wijen dengan aneka isian, biasanya kacang-kacangan, madu dan kurma. Kue kemudian disajikan dengan taburan gula halus.

Pada 10 hari di penghujung Ramaddan, para wanita, pria dan anak-anak di sejumlah rumah berkumpul di satu sudut rumah di depan pinggan berisi adonan berkuah.

Setiap anggota keluarga punya tugas masing-masing, ada yang mengiris adonan jadi kecil-kecil, mengisi adonan dengan malban, kacang dan kurma. Sementara yang lain bertugas menghias kahk dan menyusunnya di loyang kotak untuk dimasukkan oven.
Kue Kahk khas Mesir (Shutterstock)


Metode menciptakan hidangan penutup khas Mesir ini telah diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya dalam urutan yang tidak terputus yang dapat ditelusuri kembali ke orang Mesir kuno.

Hal yang menarik dari pembuatan kahk adalah tradisi kuno ini tidak berubah sama sekali.

Di kuil-kuil di Thebes dan Memphis, ada gambar dinding orang Mesir kuno yang membuat kahk, di samping itu, penggambaran makanan penutup kuno telah ditemukan di makam dari dinasti ke-18.

Beberapa keluarga bahkan memanggangnya sebelum mengunjungi orang mati, karena dianggap sebagai jimat untuk melawan kejahatan.

Orang Mesir kuno biasa membuat adonan khusus dengan mencampurkan madu dan mentega ke atas api lalu menambahkan tepung.

Mereka kemudian membentuknya menjadi bentuk-bentuk geometris yang berbeda atau menghiasinya dengan gambar binatang atau bunga, sebelum memasukkannya ke dalam oven.

Dengan kehadiran agama Kristen di Mesir, tradisi berlanjut dan berhasil sampai ke zaman Islam, di mana secara bertahap berubah menjadi bentuk modern seperti yang saat ini ada.

Sepanjang pemerintahan berbagai dinasti Islam, kahk adalah salah satu tradisi paling berpengaruh yang berkontribusi pada identitas negara.

Toulunids membuatnya menjadi paket-paket kecil yang digulung yang disebut ‘kul wushkur‘, yang berarti ‘makan dan ucapkan terima kasih’.

Sementara di masa Ikhshidites, kahk jadi identik dengan Idul Fitri dan perayaan berakhir bulan suci Ramadhan.

Pada tahun 1124 M, Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir mendedikasikan 20.000 dinar untuk memanggang kahk untuk Idul Fitri, dan menurut beberapa catatan sejarah, khalifah biasa mendistribusikan kahk sendiri.

Kini, kahk belum berubah rasanya dari kahk zaman dahulu. Kahk masih menjadi salah satu tradisi Idul Fitri yang paling dicintai yang tidak dapat ditemukan di mana pun di luar Mesir itu, masih salah satu tradisi Idul Fitri yang paling dicintai yang tidak dapat ditemukan di mana pun di luar Mesir. Jadi setiap kali anda menggigit kahk itu, ingatlah bahwa ini adalah cita rasa ribuan tahun sejarah.

https://scoopempire.com/how-kahk-el-eid-became-a-staple-of-egyptian-fitr-traditions/
 

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019