Jakarta (ANTARA News) - Setelah mendapatkan keringanan hukuman menjadi enam tahun penjara di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) kembali memperingan hukuman mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Sjamsuddin menjadi 4,5 tahun penjara. Selain memperingan hukuman pidana, dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) itu, MA juga mengurangi kerugian negara yang harus dibayar oleh Nazaruddin dari Rp1,068 miliar menjadi 45 ribu dolar AS atau setara Rp450 juta dan membayar denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam keterangan pers di Gedung MA, Jakarta, Kamis, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, menjelaskan putusan PK itu dijatuhkan oleh majelis hakim agung yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggotakan Kaimuddin Sale, Ojak Parulian Simandjuntak, Sofian Natabaya, dan Leopold Hutagalung pada 4 Januari 2008. Dengan putusan itu, majelis hakim PK sekaligus membatalkan putusan kasasi yang dijatuhkan MA pada 16 Agustus 2006. Dalam putusan kasasi, Nazaruddin dihukum enam tahun pidana, membayar ganti rugi Rp1,068 miliar dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan kasasi itu mengurangi hukuman pengadilan tingkat pertama tujuh tahun penjara, membayar denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan dan ganti kerugian negara Rp5,032 miliar. "Amarnya mengadili sendiri, mengabulkan permohonan PK dari terpidana Nazaruddin Sjamsuddin," kata Nurhadi. Majelis PK menyatakan Nazaruddin terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti yang didakwakan pada dakwaan kesatu primer. Sedangkan majelis PK menyatakan Nazaruddin tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti yang didakwakan pada dakwaan kedua. Dalam dakwaan kesatu, Nazaruddin didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin dalam pengadaan premi asuransi di KPU senilai Rp14,8 miliar. Dalam pengadaan jasa asuransi, Nazaruddin pada rapat pleno KPU menyetujui anggaran belanja tambahan, antara lain untuk pengadaan asuransi senilai Rp30 miliar, yang disusun Hamdani Amin. Selanjutnya, Nazaruddin menyetujui penunjukan PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 sebagai penyedia jasa asuransi petugas KPU. Nazaruddin pun menandatangani surat perjanjian penutupan asuransi. Padahal, prasyarat sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 81/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah belum dipenuhi. Atas sepengetahuan Nazaruddin, Hamdani Amin lalu membuat berbagai surat administrasi fiktif untuk memenuhi prasyarat tersebut menyangkut prakualifikasi, penetapan harga perkiraan sendiri, perundingan harga, dan pembentukan panitia. Dengan demikian, seolah-olah, penunjukan PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 telah melalui proses sebagaimana mestinya. Selanjutnya, Nazaruddin menandatangani pembayaran premi sebesar Rp14,8 miliar. Nazaruddin pun mengetahui tindakan Hamdani Amin yang meminta diskon kepada PT asuransi tersebut sebesar 34 persen dari total premi yang dibayarkan. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Hamdani Amin lalu melaporkan kepada Nazaruddin bahwa ia telah menerima uang sebesar 566.795 dollar AS dari Bumiputera. Hamdani Amin kemudian membagi-bagikan sebagian uang tersebut kepada Nazaruddin dan delapan anggota KPU lainnya. Dalam dakwaan disebutkan, Nazaruddin menerima dua kali masing-masing 45 ribu dollar AS dan 30 ribu dollar AS. Dalam dakwaan kedua, Nazaruddin didakwa bersalah karena sebagai pejabat negara, dirinya menerima uang berkaitan dengan jabatannya sebagai Ketua KPU. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008