New York (ANTARA) - Kota Miami dinilai akan menjadi contoh terbaik dalam menghindarkan banyak kematian akibat cuaca panas ekstrem dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Amerika Serikat.

Keberhasilan itu akan dicapai Miami jika pemanasan global dipertahankan pada batas yang disepakati masyarakat internasional, kata kalangan ilmuwan, Rabu (5/6).

Wilayah tempat istirahat musim dingin Presiden AS Donald Trump --Mar-a-Lago itu berada, pelancongan miliknya yang terletak tak jauh dari Miami-- dapat memperoleh keuntungan kalau Washington menggabungkan kebijakan dengan kesepakatan global guna memerangi perubahan iklim, demikian hasil satu studi yang disiarkan Rabu.

Kesepakatan Paris 2015, yang disahkan oleh hampir 200 negara, menetapkan sasaran untuk mempertahankan kenaikan temperatur global pada tingkat "lebih rendah" dua derajat Celsius di atas era praindustri, dan "mencapai upayanya" untuk mencapai 1,5 derajat Celsius.

Tapi, Trump berikrar akan mengeluarkan Amerika Serikat dari kesepakatan itu untuk mendukung penggunaan dan pengambilan bahan bakar fosil --penyebab pemanasan global, demikian laporan Thomson Reuters Foundation.

Di Miami, kasus kematian akibat penyakit yang berkaitan dengan udara panas luar biasa dapat dikurangi sampai lebih dari separuh jika kenaikan temperatur dipertahankan pada 1,5 derajat Celsius, dibandingkan dengan tingkat saat ini, yaitu tiga derajat Celsius, kata studi tersebut, yang disiarkan di jurnal Science Advances.

Pengurangan itu berarti jumlah orang yang meninggal hampir 1.250.

Studi oleh para ilmuwan AS dan Inggris mengukur berapa banyak orang di 15 kota besar AS akan menyerah pada udara panas, kalau kenaikan temperatur rata-rata berada pada 1,5 derajat, dua derajat atau tiga derajat Celsius.

Temperatur tinggi dapat menambah parah masalah kesehatan yang sudah ada, seperti sakit jantung, kata US Centers for Disease Control and Prevention.

Kalau pemanasan global dibatasi 1,5 derajat Celsius, warga Philadelphia dan New York dapat menghindari, setelah Miami, jumlah kematian paling banyak akibat udara panas ekstrem di kalangan kota besar yang dipelajari.

New York dan Philadelphia, masing-masing, dapat mengurangi jumlah antara 2.700 dan 700 orang meninggal pada tahun paling hangat di kedua kota itu selama tiga dasawarsa jika kenaikan temperatur dipertahankan pada 1,5 derajat Celsius, kata para ilmuwan.

Jumlah itu kurang separuh dari kematian yang diperkirakan terjadi  jika temperatur naik tiga derajat Celsius.

World Meteorological Organization mengatakan pada November lalu bahwa temperatur global akan naik tiga hingga lima derajat Celsius pada abad ini.

Sumber: Thomson Reuters Foundation

Baca juga: Sekjen PBB peringatkan dunia "tak di jalur" batasi kenaikan temperatur
Baca juga: Topan dan panas yang menyengat melanda AS Selatan
​​​​​​​
Baca juga: Empat tewas akibat gelombang panas di AS
Baca juga: Pemuda Inggris protes kebijakan pemerintah soal pemanasan global

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019