Kami melihat kinerja KPPU beberapa tahun belakangan ini cukup aktif khususnya dalam menangani perkara kartel impor, khususnya di sektor pangan,
Jakarta (ANTARA) - Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu segera diperkuat untuk meningkatkan keadilan di berbagai sektor perekonomian nasional sehingga ketimpangan tingkat kesejahteraan di Tanah Air diharapkan juga dapat diatasi dengan tepat.

"KPPU harus terus diperkuat kewenangannya," kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti ketika dihubungi di Jakarta, Senin.

Rachmi Hertanti mengemukakan hal tersebut ketika ditanya mengenai kinerja KPPU yang pada  7 Juni 2019 telah mencapai usia 19 tahun.

Menurut Rachmi, penguatan peran itu sangat penting dalam rangka membuka akses terhadap berbagai keadilan perekonomian, seperti saat adanya kebijakan impor yang dinilai merugikan petani dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia.

"Kami melihat kinerja KPPU beberapa tahun belakangan ini cukup aktif khususnya dalam menangani perkara kartel impor, khususnya di sektor pangan," katanya.

Hal itu, ujar dia, menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkan keadilan bagi pelaku pertanian lokal, apalagi peran KPPU menjadi sangat relevan dalam perbaikan tata kelola niaga impor pangan Indonesia.

Dengan demikian, lanjut Rachmi, kebijakan impor pangan juga tidak diintervensi oleh importir yang mengambil untung dari lemahnya hukum dan data produksi pangan.

Dalam laporan Ketimpangan IGJ tahun 2018 juga menyebutkan bahwa Keterbukaan pasar dan penurunan tariff hingga 0 persen dimanfaatkan oleh kelompok elit tertentu untuk mendapatkan keuntungan.

"Bahkan, praktik impor pangan juga kerap menimbulkan tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat publik yang bekerja sama dengan sekelompok pengusaha yang diuntungkan dari bisnis ini," katanya.

Sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menyatakan pemerintah melalui berbagai lembaga dan kementerian terkait perlu melakukan perbaikan data pangan untuk mengurangi kesemrawutan impor.

"Permasalahan data pangan yang selama ini selalu dijadikan acuan untuk melakukan impor belum sepenuhnya bisa diandalkan. Perbaikan data komoditas baru dilakukan pada komoditas beras, itupun baru pada akhir Oktober 2018. Sedangkan data-data komoditas lain seperti jagung dan kedelai dapat dikatakan belum terintegrasi menjadi data tunggal yang dapat diandalkan pemerintah dan publik," kata Assyifa Szami Ilman.

Menurut dia, perbaikan data pangan juga perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari berbagai rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh BPK terkait impor.

Ia berpendapat bahwa kegiatan impor yang belum efektif sebenarnya didasarkan pada acuan data yang dijadikan dasar untuk melakukan impor sehingga jika data acuan tidak dapat diandalkan, hasilnya adalah kebijakan yang tidak efektif.

Sebagai konsekuensinya, jelas Ilman, ada kalanya produksi pangan dikatakan sudah surplus namun harganya masih cenderung bergejolak. "Ketika harga bergejolak, Kementerian Perdagangan pasti perlu melakukan tindakan untuk meredam gejolak tersebut, salah satunya adalah dengan impor," ucapnya.
Baca juga: Anggota DPR: impor pangan harus pada waktu yang tepat

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019