Jakarta (ANTARA) - Terdakwa penyebar berita bohong Ratna Sarumpaet telah mengantongi surat pengantar rujukan ke rumah sakit dari Klinik Pratama Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Metro Jaya yang ia terima pada Senin (10/6) malam.

"Biddokes sudah mengeluarkan surat pengantar untuk dirujuk ke rumah sakit," kata Kuasa Hukum Ratna, Insank Nasruddin, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Saat ini Ratna belum dirujuk dan masih berada di ruang tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Polda Metro Jaya karena harus menunggu keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Karena beliau kan dalam status penahanan pengadilan majelis hakim. Tentunya walaupun Biddokes sudah mengeluarkan surat pengantar untuk dirujuk ke rumah sakit, yang menentukan tentunya majelis hakim, di rumah sakit mana yang harus dirujuk gitu," ucap Insank.

Menurut Insank, kliennya memang harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Sebab, berdasarkan surat pengantar rujukan, Ibunda artis Atiqah Hasiholan itu mengalami banyak keluhan kesehatan.

"Yang pertama tensinya itu tinggi, kalau saya lihat dari surat rujukan itu di posisi kalau enggak salah 160. Kemudian di belakang leher nyeri, kemudian beliau juga mengalami pusing," ujar Insank.

Melihat kondisi kliennya, Insank mengatakan Kejaksaan di PN Jakarta Selatan harus menghubungi Biddokkes Polda Metro Jaya. Sebab, yang menghadirkan Ratna saat sidang nanti adalah Jaksa.

Untuk diketahui, Ratna akan menghadapi sidang pleidoi pada Selasa, 18 Juni 2019. Menghadapi sidang pembelaan itu, ia telah menyiapkan dua hal yakni pembelaan diri sendiri dan pembelaan dari kuasa hukum.

Insank menyebut dalam sidang pleidoi, Ratna akan mengajukan pembelaan terkait dirinya berbohong dan tekanan-tekanan yang dia terima atas kebohongannya. Sementara itu, kuasa hukum akan membela secara fakta hukum.

Menurut dia, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tentang keonaran tidak terbukti dalam persidangan. Pasalnya, kebohongan yang ditimbulkan Ratna tidak menimbulkan keonaran meski sempat ada aksi demonstrasi.

Insank menegaskan demonstrasi itu hanya dilakukan oleh 20 orang. Menurut dia, itu salah satu bukti tidak bisa dikatakan sebagai keonaran karena jumlahnya sedikit.

"Lalu, di media sosial sendiri yang cuitan silang pendapat itu juga disebut jaksa sebagai keonaran. Sementara, ahli dari Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) sendiri menyebut tidak ada keonaran di media sosial," tutur Insank Jumat (7/6).

Untuk itu, Insank yakin kliennya akan terbebas dari tuntutan jaksa dan mendapatkan vonis bebas di akhir persidangan. "Harapannya Bu Ratna lepas dari tuntutan hukum," pungkas dia.

Sebelumnya, JPU menilai Ratna Sarumpet terbukti bersalah atas kasus hoaks. Dia dituntut enam tahun penjara.

Koordinator JPU Daroe Tri Sadono dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5), menyebut Ratna terbukti menyiarkan berita bohong tentang penganiayaan terhadap dirinya. Dia kemudian mengirim foto gambar wajah lebam dan bengkak kepada sejumlah orang.

"Berita itu mendapat reaksi dari masyarakat dan berita bohong itu menyebabkan kegaduhan, keributan atau keonaran di masyarakat baik di media sosial, media elektronik, dan telah terjadi demonstrasi," ujar Daroe.

Daroe menyebut tuntutan ini sudah berdasarkan fakta persidangan. Jaksa tak menemukan alasan untuk membebaskan Ratna.

Hal yang memberatkan tuntutan Ratna ialah dia dikenal sebagai orang yang berintelektual, tetapi tidak berperilaku baik. Ratna juga kerap memberikan keterangan berbelit di persidangan.

Adapun yang meringankan Ratna, karena yang bersangkutan sudah meminta maaf.

Ratna dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia dinilai telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019