Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Pelantikan Eka Supria Atmaja sebagai Bupati Bekasi, Jawa Barat memunculkan wacana baru, yakni perebutan kursi panas wakil bupati (wabup) yang akan mendampingi Eka memimpin Bekasi. Berikut beda pandang mekanisme pemilihan di internal DPD Partai Golkar.

Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Son Haji di Cikarang, Jumat mengatakan, sebagai partai pemenang Pilkada Kabupaten Bekasi, pihaknya segera merumuskan mekanisme pendamping Eka pascadilantik Rabu (12/6) lalu.

Ia mengaku tengah intensif melakukan komunikasi dengan DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat, DPP Partai Golkar, maupun partai koalisi pengusung Neneng-Eka pada Pilkada 2017 lalu.

"Kalau dari Ketua Golkar Provinsi Jawa Barat, pembahasan wakil bupati tunggu Pak Eka dilantik, nah kan ini sudah dilantik, jadi minggu-minggu ini kita akan menghadap untuk membahas posisi wakil bupati," kata dia.

Adapun materi pembahasan yang akan dibawa ke DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat, yakni terkait mekanisme dan waktu pelaksanaan pemilihan Wabup.

"Kita menghadap ke ketua Jawa Barat apakah perlu ada proses penyeleksian atau penjaringan di internal Kabupaten, di DPD kabupaten terlebih dahulu atau memang langsung ditentukan oleh pusat. Kalau memang penyeleksian, kita akan buka pendaftaran, kalau memang tidak perlu ada itu, tinggal lobi-lobi saja. Kita akan tunggu aja apa yang diputuskan Jawa Barat atau pusat," ujarnya.

Selain itu, nantinya juga akan dibahas soal pelaksanaan muswarah daerah luar biasa (Musdalub) DPD Partai Golkar, namun pihaknya berharap pelaksanaan Musdalub tidak menjadi alasan untuk mengulur waktu pemilihan wabup.

"Kita minta petunjuk apakah musdalub dulu atau pemilihan wabup dulu. Kalau dihitung waktunya memang kemungkinan dewan baru yang akan memilih, tapi kita masih berharap, karena ini hajat dewan periode sekarang, pemilihan akan dilakukan sebelum dewan baru dilantik," ucapnya.

Son haji juga menyebutkan sudah ada dua nama yang dikantongi, yakni Dadang Mulyadi yang merupakan mantan Sekda Kabupaten Bekasi, dan Juhandi yang kini menjabat sebagai Kepala Bapenda Kabupaten Bekasi.

"Yang sudah pamit izin ke saya baru ada dua orang, keduanya merupakan birokrat, ahli di bidang birokrasi. Mereka menanyakan bagaimana mekanismenya, teknisnya seperti apa untuk menjadi wakil bupati. Sementara nama lainnya, nama yang beredar itu ada yang izin ke provinsi maupun langsung ke DPP," ungkapnya.

Sementara Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi Ahmad Budiarta menyebutkan terdapat beberapa kandidat dari internal Partai Golkar yang bakal mengisi posisi wakil bupati yakni KH Iip Syarif Bustomi, Sarim, Novi Yasin, dan Siti Qomariah.

Pihaknya juga menolak wakil bupati dari kalangan birokrat lantaran kemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati Bekasi merupakan bagian dari perjuangan Partai Golkar dan koalisi.

Menurut dia, jika wabup yang dipilih merupakan kader partai maka otomatis akan memiliki loyalitas terhadap partai.

"Semua kader menolak kalau wakil bupati dari birokrat, berdasar pengalaman, birokrat yang menjadi kepala daerah sering melupakan partai pengusung," katanya.

Budiarta menambahkan, sebelum menentukan kandidat calon wabup Bekasi, pihaknya terlebih dahulu akan menggelar musdalub untuk memilih Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi yang kosong setelah Neneng Hasanah Yasin terjerat kasus suap Meikarta.

"Sebenarnya sampai detik ini saya sampaikan, belum ada yang mengerucut ke satu nama, dan belum ada yang dapat istilahnya tiket. Karena setelah pelantikan Pak Eka kita akan melakukan Musdalub, memilih ketua Golkar terlebih dahulu," tambahnya.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019