Jakarta (ANTARA) - Tidak salah jika menjagokan tim nasional Indonesia menang atas Vanuatu dalam laga persahabatan FIFA yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (15/6) mulai pukul 18.30 WIB.

Sebab, setidak-tidaknya dilihat dari tiga sisi, tim nasional Vanuatu bisa dikatakan akan sulit mengalahkan tuan rumah.

Pertama, di peringkat FIFA terkini, diperbarui Jumat (14/6), Indonesia ada di posisi 160, lebih tinggi dari Vanuatu yang bertengger di posisi 163.

Selain itu, para pemain Vanuatu yang berasal dari Port Vila Premier League, liga sepak bola di Vanuatu yang cuma diikuti delapan tim, kebanyakan berstatus semi-profesional.

Hal itu tentu berbeda dengan Indonesia yang seluruh pemainnya profesional.

Ketiga, Vanuatu tidak datang dengan skuat terbaiknya. Dikutip dari media daring lokal Vanuatu Daily Post, pemain mereka yang merumput di luar negeri, yaitu bek Brian Kaltak (klub Auckland City di Selandia Baru--juga klub semi profesional) dan gelandang Mitch Cooper (Hume City, Australia) tidak diikutsertakan ke Jakarta.

Kaltak dan Cooper diagendakan kembali bergabung sebelum timnas Vanuatu berlaga di Pacific Games 2019, pesta olahraga multi-cabang negara-negara kawasan Samudera Pasifik, pada 7-20 Juni 2019.

Sementara tim nasional Indonesia akan diperkuat jajaran pemain terbaik, gabungan dari pemain muda dan senior yang kenyang pengalaman di laga-laga internasional.

Dari nama-nama yang baru berusia 23 tahun seperti Febri Hariyadi dan Yanto Basna hingga pesepak bola naturalisasi berumur 38 tahun siap untuk misi menaklukkan Vanuatu.

Motivasi mereka semakin berlipat karena selain bermain di SUGBK, Indonesia membutuhkan kemenangan setelah di pertandingan internasional FIFA sebelumnya kontra Yordania, Selasa (11/6), di Amman, Yordania, mereka kalah 4-1.

Namun, apakah semudah itu menaklukkan Vanuatu?

Melawan Diri sendiri

Pelatih timnas Indonesia Simon McMenemy sudah mewanti-wanti timnya untuk tetap tenang dan fokus. Bagi dia, kepercayaan diri yang terlalu berlebihan dapat berujung pada kekecewaan.

Pelatih asal Skotlandia itu tidak ingin mereka kembali kalah. Jika itu terjadi, peringkat Indonesia di FIFA bisa terus turun.

Padahal, ketika dikontrak oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Simon ditargetkan membawa Indonesia ke posisi 120 besar FIFA pada tahun 2020.

"Para pemain tidak boleh lengah meski kekuatan Vanuatu berbeda dengan Yordania," ujar Simon.

Ucapan pria berusia 41 tahun itu bukan tanpa dasar. Sebelum bersua Indonesia, Vanuatu sudah menjalani turnamen internasional tiga negara di Port Villa, Vanuatu, pada 4-10 Juni 2019 dengan hasil satu kali menang dan satu seri.

Mereka menang dengan skor 2-0 atas Tahiti, seri 0-0 dengan Fiji.

Pada 18 Maret 2019, mereka menghadapi Kepulauan Salomon dan kalah dengan skor 3-1.

Semua pertandingan itu menunjukkan bahwa timnas Vanuatu dalam kondisi sangat siap menghadapi Indonesia.

Pelatih tim nasional Republik Vanuatu Paul Munster mengakui laga versus Indonesia merupakan salah satu persiapan skuatnya untuk mengikuti Pacific Games 2019 pada 7-20 Juli 2019 di Samoa.

"Laga ini menjadi persiapan menuju Pacific Games. Sebelumnya, kami juga sudah menjalani beberapa pertandingan persahabatan," kata Munster.

Munster menginginkan para pemainnya untuk menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dari laga di SUGBK yang bisa menjadi modal penting untuk Pacific Games.

Apalagi, mereka akan bermain di bawah riuh dukungan ribuan suporter untuk timnas Indonesia.

"Banyak pemain kami yang belum pernah berlaga di stadion seperti itu. Tentu laga tersebut akan menjadi pengalaman bagus untuk mereka," ujar pelatih dari Irlandia Utara itu.

Di sisi lain, jumlah gol di rekor kemenangan terbesar timnas Vanuatu sepanjang sejarah juga lebih baik dari Indonesia. Vanuatu pernah menaklukkan Micronesia dengan skor 46-0 di Pacific Games 2015 dan menundukkan Kiribati dengan skor 18-0 di fase grup South Pacific Games (kini bernama Pacific Games) tahun 2003.

Adapun rekor kemenangan terbesar Indonesia adalah ketika menundukkan Filipina dengan skor 13-1 di babak grup Piala AFF 2002.

Meski skor-skor di atas terjadi bertahun-tahun lalu, hal tersebut dapat menjadi landasan tim nasional Indonesia untuk tidak sekalipun meremehkan Vanuatu.

Formasi 3-4-3

Perihal lain yang dapat menyulitkan Indonesia adalah adaptasi dengan formasi baru 3-4-3.

Formasi ini belum pernah diterapkan di Indonesia sebelum masa Simon McMenemy. Para juru taktik skuat berjuluk Garuda di masa lampau lebih sering menggunakan formasi 4-4-2, 4-3-3 atau 4-2-3-1.

Timnas Indonesia memang mendapatkan dua hasil positif dengan formasi tersebut yaitu ketika menaklukkan klub Australia Perth Glory di bulan Maret 2019 dan Myanmar, juga pada Maret 2019, dengan skor 2-0.

Akan tetapi, saat berhadapan dengan Yordania yang secara kualitas lebih baik dari Indonesia, formasi tersebut justru tampak menyulitkan para pemain.

Kekosongan ruang di belakang imbas dari jumlah bek yang hanya tiga orang seperti tidak mampu ditutupi pemain lain. Itu yang membuat Yordania leluasa bergerak di lapangan dan melesakkan empat gol.

Bek tengah timnas Indonesia Hansamu Yama Pranata menolak anggapan bahwa dia dan rekan-rekannya bingung dengan formasi baru.

Yang jadi soal, kata Hansamu, hanya tentang adaptasi pemain dengan formasi.

"Kami bisa mengalahkan Myanmar dengan 3-4-3. Saya rasa itu butuh waktu saja," kata Hansamu.

Tantangan Indonesia yang terakhir yaitu tentang 'buta'-nya mereka soal kekuatan Vanuatu.

"Kami tidak mengetahui banyak mengenai Vanuatu. Kami hampir tidak menemukanya di internet," ujar Simon McMenemy.

Simon menilai kondisi tersebut dianggap menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak asuhnya.

Hansamu Yama dan kawan-kawan diharapkan dapat mencari jalan keluar ketika menemukan bahwa Vanuatu ternyata bermain tidak seperti yang diperkirakan.

"Para pemain harus bisa mencari jawaban sendiri di atas lapangan ketika mengalami kesulitan," tutur Simon.

Copyright © ANTARA 2019