Jakarta (ANTARA) - Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan Indonesia menjadi model yang sukses di dunia dalam melakukan upaya deradikalisasi atau rehabilitasi masyarakat terpapar radikalisme, hal ini terlihat dari beberapa kejadian seorang kombatan (pelaku teror) yang bertemu dengan penyintas bom bisa saling memaafkan dan mengikhlaskan.

"Berbicara model dunia, saya rasa Indonesia menjadi satu-satunya model yang sukses. Tidak ada di negeri lain yang sukses melakukan ini (deradikalisasi)," kata Devie kepada Antara saat dihubungi Senin, di Jakarta.

Devie mengatakan seorang kombatan bisa bertemu dengan penyintas bom terorisme, seperti kasus korban bom di Bali dan JW Marriot yang memaafkan pelaku teroris yang telah meledakkan bom hingga membuat mereka terluka dan cacat.

Menurut dia, pemerintah memiliki tahapan dan fase-fase dalam melakukan rehabilitasi terhadap masyarakat yang terpapar radikalisme, serta terus memperbaiki metodenya dan upaya ini telah terbukti di banyak tempat. "Artinya ini bukti, bukan hoaks, semua teman-teman mantan kombatan sekarang justru menjadi juru sosialisasi."

Ia mengatakan para kombatan ini adalah orang yang paling tau cara bicara dengan masyarakat yang sudah terpapar radikalisme. Karena mereka pernah menjadi bagian dari kelompok tersebut dan memahami betul kode-kodenya seperti apa. Bahkan salah satu kombatan pernah mengatakan hanya butuh waktu dua jam untuk menjadikan seseorang teroris.

Dengan upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah melalui para kombatan ini menyadarkan mereka yang pernah terpapar bahwa apa yang dilakukan tidak membawa manfaat apapun bagi mereka maupun perjuangannya.

"Justru sekarang mereka berada di garis terdepan bersama pemerintah (BNPT) untuk bicara serius membantu mencegah lebih banyak lagi orang-orang terpapar paham radikal," kata Devie.

Untuk itu, lanjut Devie, masyarakat perlu mendukung pemerintah dengan memberikan masukan, tetapi yang paling penting adalah apa kontribusi yang bisa dilakukan terhadap proses yang terjadi di sekeliling kita.

Ia mengatakan pemerintah tidak bisa berdiri sendiri, apakah masyarakat bisa menerima mereka yang terpapar paham radikalisme ini supaya bisa melanjutkan kembali hidupnya, beraktivitas dan bersosialisasi di tengah lingkungannya, sehingga bisa merasa benar-benar bisa kembali bermanfaat di masyarakat.

"Artinya tentu saja kita tidak bisa sepenuhnya menyerahkan ini kepada pemerintah. Tapi, pemerintah dalam hal ini, dalam konteks baru lima tahun saja sudah bisa melakukan ini. Kita semua harus mendukung," katanya.

Devie menambahkan, masyarakat harus memiliki keyakinan bahwa pemerintah selama ini bukan hanya memperbaiki piranti lunak saja tetapi piranti keras juga dibantu. Dalam artian, mereka yang terpapar tidak hanya direhabilitasi tapi juga dibantu modal usaha.

Masyarakat harus sadar betul bahwa setiap orang yang sudah melalui proses pembelajaran di lapas, artinya mereka yang sudah kembali ke masyarakat sudah betul-betul dinilai oleh para ahli (psikolog dan lainnya) sudah siap untuk kembali. Tinggal masyarakat memberikan kesempatan kepada mereka.

"Memberikan kesempatannya apa saja, kalau mereka (kombatan) mau membuka usaha, biarkan mereka membuka usahanya, lihat bagaimana mereka dan berkeyakinan bahwa pemerintah melakukan pengawasan," kata Devie yang aktif sebagai pembicara dan moderator ini.

Upaya lainnya lanjut Devie, agar masyarakat bisa menerima mereka yang pernah terpapar ini adalah dalam konteks masyarakat yang sosiologis patron clien (antar kelompok atau suku bangsa) perlu dimunculkan model-model pemimpin alternatif yang justru memberikan cara pandang yang lebih humanis dan lebih toleran kepada masyarakat.

Sehingga menutup ruang bagi orang-orang yang dengan sengaja hadir untuk menyebarluaskan semangat permusuhan. "Orang seperti itu jangan diberikan kesempatan sama sekali, karena sangat berbahaya. Harganya sangat mahal bagi keutuhan bangsa dan negara ini," kata Devie.*


Baca juga: Pengamat : Postingan kebaikan kontribusi kecil cegah radikalisme

Baca juga: Pengamat : Pencegahan radikalisme dengan pendekatan holistik

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019