Yogyakarta (ANTARA) - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar upacara tingkeban atau mitoni untuk menandai usia tujuh bulan kandungan putri Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu.

Acara tingkeban puteri keempat Raja Keraton Yogyakarta, Selasa dihadiri kerabat keraton, para pejabat Pemda DIY, serta sejumlah bupati di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Acara tingkeban yang berlangsung di Keraton Kilen diawali prosesi miyos dalem. Dalam prosesi itu, Sri Sultan HB X yang mengenakan surjan mataraman berwana hijau berserta istri GKR Hemas berjalan menuju Soko Guru Pendhopo Keraton Kilen.

Setelah pembacaan do'a oleh abdi dalem kanca kaji, dilanjutkan dengan prosesi Ngabekten. GKR Hayu beserta suami KPH Notonegoro menghaturkan sungkem kepada Sri Sultan dan GKR Hemas serta kedua orang tua KPH Notonegoro.

Sesuai tradisi Jawa ada 20 macam prosesi dalam upacara Tingkeban. Setalah Miyos Dalem, Doa, dan Ngabekten, dilanjutkan Santun, Sileman Cangkir, Ngrantun Toya Siraman, Nata Lemek Lenggah, Siraman, Muloni, Mecah Pamor, Gantos Busono Kering, Pantes-pantes, Nigas Janur, Brojolan, Boyong Cengkir, Lenggah Patarangan, Boyong Petarangan, Dhahar Rogoh, Andrawina dan Paripurna.

Baca juga: Ratusan warga berebut Gunungan Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta


Dari serangkaian upacara itu, prosesi pantes-pantes menjadi salah satu sesi ritual yang unik. Dalam prosesi itu, GKR Hayu berganti busana sebanyak tujuh kali. Para hadirin serempak menjawab tidak pantas sampai kain busana yang ke-6. Baru untuk busana ke-7 berupa kain bermotif lurik yang dianggap paling pantas.

Adapun ketujuh kain yang dikenakan GKR Hayu tersebut bermotif Grompol, Sido Asih, Semen Rama, Sidomukti, Sido Luhur, Kasatriyan dan Lurik Asem yang seluruhnya memiliki makna doa agar bayi yang akan dilahirkan memiliki tabiat dan kedudukan yang baik.

KPH Notonegoro mengatakan upacara mitoni sebagaimana banyak upacara adat lainnya yang berkaitan dengan daur hidup manusia ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur sekaligus permohonan harapan kesehatan kandungan GKR Hayu sampai masa melahirkan.

Baca juga: Gunungan Grebeg Maulud menarik ribuan warga di Yogyakarta

"Selain menjadi sarana syukur dan doa, melalui acara ini kami juga berharap untuk ikut nguri-uri tradisi yang berlangsung di lingkungab Keraton Yogyakarta," kata suami GKR Hayu ini.

GKR Bendara saat ditemui seusai tingkeban menyambut gembira serta berharap kesehatan dan keselamatan calon keponakannya yang juga calon cucu keenam Sultan HB X.

"Saya turut bahagia kakak saya akan memiliki momongan yang pasti mitoni ini berjalam lancar. Semoga jabang bayi seperti yang diharapkan orang tuanya," kata dia.

Bupati Gunung Kidul Badingah senang bisa menghadiri hajat putri Sultan HB X itu. Ia menilai tradisi tingkeban yang dihelat Keraton Yogyakarta menjadi salah satu sarana merawat budaya Jawa yang telah jarang dilakukan masyarakat umum.

"Biar para pemuda tahu bagaimana sebenarnya budaya Jawa yang adiluhung. Banyak sekali nilai yang baik dan perlu dilestarikan. Masyarakat Gunung Kidul antusias apalagi ini untuk (kelahiran) cucu Raja Keraton Yogyakarta," kata Badingah.

Baca juga: Keraton Yogyakarta siapkan perpustakaan digital khusus naskah kuno

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019