Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengkritik kinerja legislasi DPR RI dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) dan penyelesaiannya yang sampai saat ini dinilai masih lemah.

"Kalau mencermati kinerja legislasi DPR RI, saya merasa agak galau. Karena sampai saat ini produk legislasi yang dihasilkan DPR RI baru mencapai 18 persen dari target prolegnas (program legislasi nasional) prioritas," kata Eva Kusuma Sundari di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Eva Kusuma Sundari mengusulkan, agar DPR RI melakukan terobosan pembahasan dan penyelesaian RUU yang sudah terdaftar dalam prolegnas prioritas, untuk meningkatkan kinerja legislasi. "Dalam sisa waktu selama tiga bulan ke depan hingga akhir masa tugas anggota DPR RI periode 2014-2019, hendaknya dapat meningkatkan persentasi realisasi produk legislasi," katanya.
Baca juga: Ketua DPR antisipasi kinerja legislasi di tahun politik
Menurut Eva, jika bicara soal konsep parlemen modern maka harus didesain sedemikian rupa secara menyeluruh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi DPR RI, yakni pengawasan, budgeting, dan legislasi, sehingga "out put"nya baik.  "Bicara parlemen modern, maka perlu peningkatan kinerja secara kelembagaan DPR RI menyeluruh sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga DPR RI," katanya.

Anggota Komisi XI DPR RI ini berharap, agar DPR RI periode 2019-2024 dapat ditata lebih baik lagi sehingga produktivitasnya meningkat yang berdampak pada peningkatan legitimasi publik.  "Saya berharap DPR RI mendatang citranya akan lebih baik lagi," katanya.
Baca juga: Bambang: legislasi jadi tolok ukur kinerja DPR
Bicara soal usulan presidensialisme di parlemen, menurut Eva, harus selaras dengan konstitusi yakni dalam konteks demokrasi Pancasila. "Dalam demokrasi Pancasila, membangun negara dengan pola 'power sharing' yakni dibangun bersama-sama secara gotong-royong. Karena itu, dalam demokrasi Pancasila, tidak begitu mengenal oposisi," katanya.

Dengan sistem presidensialme di parlemen yang menggunakan pola "power sharing", menurut dia, maka pimpinan partai politik dari koalisi yang bukan pendukung pemerintah juga dapat menduduki jabatan pimpinan parlemen. "Itulah ciri khas politik nasional, meskipun dinamis tapi stabil. Hal ini merupakan sisi positif dari sistem presidensialisme ala Indonesia, yang menerapkan pola power sharing, meskipun tetap perlu diperbaiki," katanya.
Baca juga: Bamsoet tepis anggapan kinerja legislasi DPR lemah

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019