Ini yang harus segera kita atur jangan sampai salah satu operator mati
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menilai persaingan angkutan daring (online) di Indonesia dalam kondisi rawan atau lampu kuning, yang pada akhirnya dapat membuat salah satu operator terpental.

"Sudah (rawan), karena posisi kedua pemain industri transportasi tersebut dalam kondisi tidak berimbang dari sisi kemampuan finansial," kata Harryadin kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan bahwa jika kondisi ini berlangsung terus maka salah satu operator transportasi online di Indonesia bisa hilang dalam hitungan beberapa bulan karena kalah dari pesaingnya.

"Ini yang harus segera kita atur jangan sampai salah satu operator mati, karena konsumen di Indonesia sudah tidak bisa membedakan kedua operator transportasi online tersebut mengingat kualitasnya sama dan tidak ada ciri khas yang membedakan di antara keduanya," katanya.

Hanya harga, menurut ekonom itu, yang membedakan kedua operator transportasi online ini, jika salah satunya menurunkan harga maka konsumen akan bermigrasi semua ke operator yang menurunkan harga tersebut.

"Pada akhirnya saya melihat kalau hal itu tidak atur, persaingan transportasi online di Indonesia menjadi tidak sehat sehingga kondisinya sama dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti di Singapura dan Filipina," kata Harryadin.

Sebelumnya Harryadin meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengawasi persaingan industri transportasi daring (online) di perkotaan dalam rangka mencegah praktik penjualan produk dengan harga sangat rendah atau predatory pricing.

Dia menjelaskan bahwa strategi pelaku usaha menjalankan predatory pricing diduga telah terjadi di industri transportasi online. Caranya, mereka menggunakan promosi yang tidak lazim (predatory promotion) untuk menarik perhatian masyarakat.

Harryadin menyebut ada beberapa indikasi dan modus praktek predatory pricing yang dilakukan perusahaan transportasi online, antara lain promosi berupa diskon hingga mencapai harga yang tak wajar, promosi dilakukan dalam jangka waktu lama yang melampaui kelaziman dan terindikasi mematikan pelaku usaha lainnya.

Selain itu indikasi atau modus praktek predatory pricing lainnya yakni adanya niat untuk mendominasi pasar yang disampaikan secara publik oleh pelaku usaha/pemilik modal, dan harga aktual yang dibayarkan konsumen lebih rendah dibandingkan harga yang diterima pengemudi dan diduga berada di bawah biaya produksi.

Hilangnya persaingan, lanjutnya, akibat monopoli pelakuan usaha predator di industri transportasi online akan langsung memperlemah posisi tawar mitranya (driver dan merchant) serta konsumen.

Baca juga: Ekonom nilai denda transportasi daring indikasi target pasar tercapai
Baca juga: Ekonom minta KPPU awasi persaingan transportasi daring
Baca juga: MTI dorong adanya UU penataan transportasi "online"

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019