Hong Kong (ANTARA) - Kebanyakan dari ribuan pemrotes yang telah memblokade markas besar polisi di pusat keuangan utama di Asia telah bubar sampai Sabtu pagi, dan sebagian jalan dibuka kembali buat lalu-lintas normal.

Tapi masih tidak jelas apakah protes massa lain akan berlangsung. Hong Kong telah memasuki akhir pekan ketiga protes luas terhadap satu rancangan undang-undang ekstradisi yang telah menjerumuskan kota yang dikuasai China tersebut ke dalam krisis, sehingga menimbulkan tantangan rakyat terbesar bagi Presiden Xi Jinping sejak ia memangku jabatan pada 2012.

Pada Jumat (21/6), beberapa kelompok yang kebanyakan terdiri atas mahasiwa yang memakai topi dan topeng muka memasang penghalang jalan dan membuat kendaraan terjebak dalam protes yang biasanya damai guna menuntut pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, yang mendorong dan kemudian membekukan RUU itu, menghapuskannya sama sekali.

Polisi memindahkan barikade pada Sabtu dini hari, sementara staf bisa pulang ke rumah mereka, setelah lebih dari 15 jam blokade. Hanya beberapa pemrotes masih ada.

Di dalam satu pernyataan pada Sabtu pagi, polisi mengatakan perbuatan pemrotes telah sangat mempengaruhi pekerjaan mereka termasuk penyediaan layanan darurat buat masyarakat.

"Polisi telah memperlihatkan toleransi yang sangat besar kepada pemrotes ... tapi cara mereka menyampaikan pandangan telah menjadi tidak sah, tidak rasional dan tidak beralasan. Polisi akan dengan seksama menindaklanjuti kegiatan tidak sah ini," katanya.

Hong Kong kembali kepada kekuasaan China pada 1997, sejak itu telah diperintah berdasarkan formula "satu negara, dua sistem", yang memberi kebebasan yang tidak dinikmati oleh rakyat di China Daratan, termasuk kemandirian kehakiman --yang dipuji banyak kalangan.

Baca juga: Gelombang baru protes berlangsung di Hong Kong
Baca juga: Unjuk rasa di Hong Kong tak berdampak terhadap TKI
Baca juga: Melihat demonstrasi Hong Kong dari dekat
Baca juga: Banyak warga Hong Kong takut akan cengkeraman China


Sumber: Reuters

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019