Markas Besar PBB (ANTARA News) - Sedikit-dikitnya ada 65 wartawan dari seluruh dunia tewas pada 2007 saat mereka menjalankan tugasnya, demikian pengumuman "Committee to Protect Journalists" (CPJ) Jumlah tersebut adalah yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir, dan hampir setengah dari mereka tewas di Irak, ungkap lembaga pengamat bidang media itu, Senin. Angka tersebut disusun dalam laporan tahunan berjudul "Attacks on the Press" (serangan terhadap pers). Lembaga yang berpusat di New York, Amerika Serikat (AS), itu mencatat pada tahun 2006 angka wartawan yang tewas mencapai 56 orang. Jumlah korban tahun lalu masih lebih kecil dibanding tahun 1994 yaitu dengan 66 wartawan tewas, namun saat itu sebagian besar korban adalah akibat pembantaian suku bangsa di Rwanda. Lembaga lain, "Reporters Without Borders", melaporkan angka yang lebih besar untuk tahun 2007. Lembaga yang berbasis di Paris, Prancis, itu menyebut bahwa ada 86 wartawan terbunuh sepanjang 2007. CPJ mengatakan bahwa mereka menggunakan kriteria paling ketat untuk kategori penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan, dan mereka masih menyelidiki 23 kasus lain. Di Irak, 32 wartawan --sama dengan jumlah pada 2006-- terbunuh pada 2007 dan hanya satu dari jumlah itu yang bukan warga Irak. Selain itu terdapat 12 tenaga pendukung seperti penterjemah, pembantu koresponden, pengawal dan sopir, ungkap CPJ. Laporan itu menilai bahwa perang Irak adalah "konflik yang paling maut bagi wartawan dalam sejarah saat ini". Sebanyak 125 wartawan dan 49 tenaga pendukung tewas sejak serbuan ke Irak terjadi pada Maret 2003. Negeri paling maut ke-2 bagi media pada tahun lalu adalah Somalia dengan tujuh wartawan tewas. Lima wartawan tewas di Pakistan dan Sri Lanka, dua di Afghanistan dan Eritrea serta masing-masing satu di Haiti, Honduras, Kyrgyzstan, Myanmar, Nepal, wilayah Palestina, Paraguay, Peru, Rusia, Turki, AS dan Zimbabwe. Dari segi positifnya, laporan itu menemukan bahwa untuk pertama-kali, setelah bertahun-tahun, tidak terjadi kasus kematian wartawan di Filipina dan Kolombia. CPJ mengatakan, sekitar tujuh dari 10 wartawan yang tewas pada tahun lalu merupakan korban pembunuhan dan sisanya karena terjebak tembak menembak. "Namun, pembunuhan merupakan bentuk teratas dari penyensoran," kata wartawan CNN, Christiane Amanpour, dalam kata pengantar laporan tersebut. Dia mengemukakan, 85 persen pembunuhan itu tidak tuntas secara hukum. Laporan tersebut mengemukakan bahwa selama sembilan tahun berturut-turut, China berada di urutan pertama sebagai negara yang paling banyak memenjarakan wartawan. Pada tahun 2007, 29 wartawan di China masuk penjara dengan 18 di antaranya menulis untuk Internet. "Meskipun China pada tahun 2001 berjanji kepada Komite Olimpiade Internasional bahwa mereka akan menjamin `kebebasan penuh media`, para pemimpin China terus memenjarakan wartawan dan menjalankan sistem sensor secara luas," kutip laporan tersebut. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008