Jakarta (ANTARA) - Implementasi Deklarasi Bangkok membutuhkan komitmen kuat dari negara-negara di kawasan ASEAN, kata Researcher-toxic Program Officer BaliFokus/Nexus3 Sonia Buftheim.

"Deklarasi kan tidak mengikat, tentu saja. Tidak ada sanksi tertentu. Jadi, kembali lagi pada komitmen kuat negara-negara ASEAN," katanya, di Jakarta, Minggu.

Terutama Indonesia, kata dia, yang menjadi negara terbesar kedua penghasil sampah plastik setelah China.

Deklarasi Bangkok tentang Melawan Sampah Laut di Kawasan ASEAN disahkan oleh sepuluh kepala negara/pemerintahan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Pengesahan dokumen Deklarasi Bangkok tercapai pada sesi pleno KTT ke-34 ASEAN di The Athenee Hotel, Hotel Luxury Collection di Bangkok, Thailand, Sabtu (22/6).

Sonia mengingatkan komitmen Indonesia khususnya, untuk segera menuangkan dalam kebijakan dan regulasi sebagai implementasi Deklarasi Bangkok.

"Jadi, rasanya komitmen dan kerja Indonesia harus paling getol dan sungguh-sungguh, terutama karena digadang-gadang sebagai 'polluter' sampah plastik kedua terbesar," katanya.

Selain itu, kata dia, dalam pelibatan pihak swasta juga harus lebih ditegaskan untuk pengurangan produksi plastik atau dengan kemasan "biodegradable".

"Saya tidak melihat ada penyebutan pengurangan produksi plastik, kemasan 'biodegradable'. Jadi, kesannya kan pola produksi dan konsumsi tidak dibatasi," kata Sonia.

Dalam Dokumen Bangkok, para kepala negara ASEAN sepakat untuk memperkuat aksi di tingkat nasional serta melalui tindakan kolaboratif di antara negara-negara anggota ASEAN dan mitra untuk mencegah dan mengurangi sampah laut secara signifikan khususnya dari kegiatan berbasis darat, termasuk manajemen yang berwawasan lingkungan.

Kemudian para kepala negara/pemerintahan ASEAN sepakat untuk mendorong pendekatan darat-ke-laut yang terintegrasi untuk mencegah dan mengurangi sampah laut, dan memperkuat undang-undang dan peraturan nasional serta meningkatkan kerja sama regional dan internasional termasuk dialog kebijakan dan pertukaran informasi yang relevan.

Kemudian mempromosikan koordinasi antarsektoral antara badan-badan sektoral ASEAN agar efektif mengatasi dampak negatif multidimensi dan berjangkauan luas serta sumber polusi sampah laut.

Para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk meningkatkan koordinasi multipihak dan kerja sama untuk memerangi sampah laut, termasuk menerapkan aksi bersama dan kemitraan untuk mengatasi tantangan seperti itu.

Kemudian mempromosikan keterlibatan sektor swasta dan investasi dalam mencegah dan mengurangi sampah laut, termasuk kemitraan antara sektor publik dan swasta melalui berbagai mekanisme dan insentif.

Lalu para kepala negara/pemerintahan sepakat untuk mempromosikan solusi inovatif untuk meningkatkan nilai plastik dan meningkatkan efisiensi sumber daya dengan memprioritaskan pendekatan seperti ekonomi sirkuler dan 3R (mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang), dan peningkatan kapasitas dan pertukaran praktik terbaik di antara negara-negara anggota ASEAN serta dukungan dari mitra eksternal.

Kemudian, memperkuat kapasitas penelitian dan penerapan pengetahuan ilmiah untuk memerangi sampah laut, khususnya, untuk mendukung kebijakan dan pengambilan keputusan berbasis sains.

Terakhir, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat advokasi dan tindakan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pendidikan, dengan tujuan untuk mengubah perilaku menuju pencegahan dan pengurangan sampah laut.

Baca juga: Para pemimpin ASEAN sahkan Deklarasi Bangkok tentang Sampah Laut

Baca juga: Deklarasi Bangkok tentang sampah laut harus segera diimplementasikan
Aktivis Greenpeace melakukan protes di depan Kementerian Luar Negeri menjelang KTT ASEAN ke-34 di Bangkok, Thailand, Kamis (20/6/2019). Mereka mendesak negara-negara anggota ASEAN untukmelarang impor limbah dari negara-negara maju karena berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. ANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun/aww.

 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019