St Petersburg (ANTARA) - Pembicaraan antara organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dan mitra-mitranya bulan depan kemungkinan akan lebih sulit karena situasi yang sedang dihadapi Iran dan Venezuela, kata Menteri Energi Kazakhstan Kanat Bozumbayev.

OPEC dan negara-negara lainnya penghasil besar minyak, termasuk Rusia dan Kazakhstan, akan bertemu di Wina, Austria, pada 1-2 Juli, untuk membahas apakah kesepakatan produksi minyak yang akan berakhir setelah 30 Juni, akan diperpanjang atau tidak.

"Tampaknya tidak akan mudah," kata Bozumbayev, Senin, kepada para wartawan soal pertemuan itu. Ia menyebutkan pihak-pihak terkait saat ini memperlihatkan sikap berbeda soal kesepakatan tersebut.

Ia mengatakan baik Iran maupun Venezuela dikenai berbagai sanksi oleh Amerika Serikat. "Apakah mereka ingin (memperpanjang) atau tidak? Sulit dipastikan," katanya.

Kazakhstan sendiri ingin kesepakatan itu diperpanjang untuk paruh kedua tahun ini, katanya.

Menurut Bozumbayev, harga minyak pada kisaran 60-70 dolar AS (sekitar Rp848 ribu-Rp990 ribu) per barel adalah harga yang "pas".

Ia mengatakan harga minyak tidak perlu dinaikkan. "Tidak ada yang perlu itu karena produksi di sebuah negara besar akan meningkat. (Negara) yang tidak ikut dalam kesepakatan," katanya, mengacu pada Amerika Serikat, yang tidak masuk dalam kesepakatan produksi.

Amerika Serikat saat ini memproduksi sekitar 12 juta barel per hari.

Sumber: Reuters

Baca juga: Harga minyak naik di Asia dipicu sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela

Baca juga: Harga minyak di perdagangan Asia naik dipicu ketegangan AS-Iran

​​​​​​​
Baca juga: Inggris peringatkan perang AS-Iran bisa terjadi



 

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019