Seoul (ANTARA) - Perpanjangan sanksi yang dilakukan AS baru-baru ini kepada Korea Utara merupakan tindakan tidak bersahabat dan tantangan langsung atas pertemuan puncak bersejarah antara dua negara di Singapura tahun lalu, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut, Rabu.

Pekan lalu, Gedung Putih memperpanjang enam perintah eksekutif tentang sanksi yang dikenakan atas program nuklir dan rudal milik Korea Utara selama setahun.

Seorang juru bicara anonim Menteri Luar Negeri Korea Utara menyesalkan pernyataan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Minggu (23/6), yang berdampak pada lebih dari 80 persen ekonomi Korea Utara.

Jubir tersebut juga menuduh pemerintah AS atas “fitnah kejam” kepada Korut dalam laporan terbarunya tentang perdagangan manusia dan kebebasan beragama di seluruh dunia.

“Ini adalah.... sebuah wujud dari tindakan yang sangat tidak bersahabat dari Amerika Serikat,” kata jubir tersebut dalam pernyataan yang dilaporkan kantor berita Korea Utara KCNA.

“Semua ini menunjukkan fakta bahwa mimpi liar milik AS untuk membuat kita berlutut dengan menjatuhkan sanksi dan tekanan tidak berubah sama sekali, tetapi malah semakin kentara,” tambahnya.

Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un mengadakan pertemuan tingkat tinggi pertama di Singapura Juni tahun lalu, yang menyetujui pemeliharaan hubungan baru dan upaya denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Namun, pertemuan tingkat tinggi kedua di Vietnam Februari lalu ambruk karena mereka gagal menjembatani perbedaan antara permintaan AS atas denuklirisasi dan tuntutan Korut soal pencabutan sanksi.

Sejak saat itu, Korea Utara mengeluhkan sanksi dari Amerika Serikat dan menuntut Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo agar diganti dengan seseorang yang “lebih dewasa”, sementara memuji hubungan yang dibangun antara Trump dengan Kim.

Pompeo, kepada wartawan, Minggu, menyatakan harapan akan dibicarakannya lagi pembahasan nuklir setelah Trump dan Kim saling berbalas surat baru-baru ini.

Jubir dari Korea Utara itu memperingatkan akan sulit melakukan denuklirisasi selama politik AS didominasi oleh pembuat kebijakan yang memiliki “pandangan bermusuhan" kepada Korea Utara.

“Kami tidak akan mengemis untuk pengangkatan sanksi,” ia mengatakan.

“Negara kami bukanlah negara yang akan menyerah kepada sanksi dari AS, ataupun negara yang bisa diserang semaunya oleh AS,” tambahnya.

Sumber: Reuters
Baca juga: Trump akan ke Korsel di tengah harapan soal Korea Utara
Baca juga: Gedung Putih konfirmasi surat Trump untuk Kim Jong-un
Baca juga: Pemimpin Korea Utara katakan akan pertimbangkan surat dari Trump


Penerjemah: Azizah Fitriyanti, Rika Febrianti
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019