Makassar (ANTARA News) - Dari 2,121 juta hektar luas hutan di Sulawesi Selatan, sekitar 30,6 persennya (682.784 ha) telah rusak, gundul, dan tidak produktif. Penyebabnya, menurut Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Andi Idris Syukur, karena adanya perubahan fungsi sejalan dengan berkembangnya usaha perkebunan rakyat, perladangan, dan perambahan hutan yang terus terjadi. Sekarang ini terdapat 26.511 kepala keluarga yang melakukan perladangan liar dengan merusak hutan untuk tanaman jangka pendek dengan luas lahan garapan mencapai 38.743 hektar atau rata-rata setiap KK menggarap 1,5 ha. "Polisi kehutanan daerah setempat sudah beberapa kali memberi peringatan kepada warga yang bermukim dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan supaya tidak menebang kayu sebab dampak sangat berbahaya terutama jika musim hujan tiba dapat menyebabkan longsor karena hutan sudah gundul," ujarnya di Makassar, Minggu. Sedangkan kasus illegal logging yang terjadi selama 10 tahun terakhir ini tercatat 606 kasus atau rata-rata 60 kasus per tahun dengan luas areal hutan yang digunduli mencapai puluhan hektar. Dari jumlah itu hanya 24 perkara yang diputuskan di Pengadilan Negeri setempat, 15 kasus tidak dilanjutkan ke PN karena tidak cukup bukti dan sisanya sebagian masih dalam proses penyidikan. Menurut Idris, penanganan illegal logging mengalami keterlambatan yang antara lain disebabkan lemahnya SDM aparat bidang kehutanan yang menangani masalah tersebut, kurangnya koordinasi dengan instansi terkait serta lemahnya penegakan hukum. Terkait dengan pemulihan hutan kritis tahun 2008 ini, ujarnya, institusinya melakukan perlindungan dan pengamanan hutan melalui kegiatan operasi fungsional hutan, pengetatan penjagaan hutan, pengendalian illegal logging yang dilakukan tim terpadu tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan melibatkan Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPRC). Selain itu, pengendalian perladangan dan perambahan hutan melalui kegiatan pemukiman (resetlemen) perambah hutan, pengembangan sosial forestry dan hutan kemasyarakatan, penegakan hukum serta pembinaan kepada peladang berpindah-pindah serta penghijauan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Lindung (GN-RHL). Pada tahun 2007, realisasi fisik GN-RHL di provinsi ini baru mencapai 10,19 persen dari anggaran yang disiapkan melalui APBN periode itu sebesar RP3,8 miliar lebih, katanya seraya menambahkan, anggaran APBN tersebut tidak hangus karena masih bisa dipergunakan untuk mencapai sasaran penghijauan seluas kurang lebih 20 ribu hektar pada tahun 2008.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008