Kasus hepatitis A yang menyebabkan KLB, biasanya berhubungan dengan makanan atau minuman yang tercemar. Karena sebenarnya tidak mudah untuk tertular dari satu orang ke orang lain yang hanya bertemu di kampus
Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB mengemukakan bahwa penyakit hepatitis A seperti pada kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur sulit menular dari orang ke orang.

"Kasus hepatitis A yang menyebabkan KLB, biasanya berhubungan dengan makanan atau minuman yang tercemar. Karena sebenarnya tidak mudah untuk tertular dari satu orang ke orang lain yang hanya bertemu di kampus," kata Ari Fahrial saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Selain itu, kata dia, masa inkubasi atau masa masuknya penyakit sampai menimbulkan gejala pada seseorang yang tertular berlangsung antara dua sampai enam pekan.

Ia menjelaskan bahwa hepatitis A adalah infeksi organ hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A, ditularkan melalui makanan dan minuman dan juga melalui kontak langsung.

Hubungan seksual, kata dia, juga bisa menjadi penyebab tertular hepatitis A jika melakukannya secara anal atau oral. Virus ini terdapat pada feses pasien yang terinfeksi, oleh karena itu makanan dan minuman menjadi media utama penyebab penularan infeksi ini.

Pasien dengan hepatitis A, katanya, biasanya datang ke tenaga kesehatan sudah kuning dan buang air kecil seperti air teh. Gejala yang timbul bisa ringan sampai berat bahkan jika terjadi hepatitis fulminan akibat virus hepatitis A ini dapat menyebabkan kematian.

Pasien yang terjangkit, menurut dia, mengalami "common cold" seperti orang yang mengalami gejala flu, sakit-sakit pada badan, mual dan kadang disertai muntah, nafsu makan menurun serta lemas.

Selain itu, katanya, pasien juga merasakan nyeri di perut kanan atas karena memang pasien dengan infeksi hepatitis A yang meradang adalah livernya yang sebagian besar berada di perut kanan atas.

Dikemukakannya bahwa pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar bilirubin dan peningkatan yang tinggi dari SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) dan SGPT ( serum glutamic pyruvic transaminase). Pemeriksaan antibodi terhadap virus hepatitis A (anti HAV) yang memastikan bahwa seseorang tersebut terjangkit infeksi hepatitis A.

"Penyakit ini bisa sembuh total dan yang penting pasien harus istirahat penuh," kata Fahrial.

Obat-obat yang diberikan, kata dia,  sifatnya hanya menghilangkan gejala yang muncul seperti obat antidiare atau pereda mual.

Ia menambahkan jika demam diberikan obat antidemam, dan jika lemas diberikan vitamin serta asupan makannya diperhatikan. Obat suplemen hati kadang kala diberikan untuk mengurangi peradangan hati yang terjadi.

Penanganan pasien, katanya, memang perlu diisolasi dan tidak tidur sekamar dengan orang sehat. Di RS pun biasanya pasien tidur hanya sendiri di kamar dan dipisah dengan pasien lain.

Sebagian pasien dengan gejala ringan tidak perlu dirawat, tetapi jika pasien mengalami mual, muntah dan tidak mau makan sebaiknya memang dirawat untuk mendapat infus cairan dan makanan.

"Hepatitis virus A tidak bisa menjadi hepatitis B. Karena memang virus penyebabnya berbeda," kata Ari Fahrial Syam.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan Eko Budiono menyebutkan total penderita yang dilaporkan ke Dinkes Pacitan hingga 27 Juni pukul 07.00 WIB mencapai sebanyak 824 orang.

Ada enam kecamatan yang teridentifikasi menjadi sebaran penyakit kuning atau hepatitis A, yakni di Kecamatan Sudimoro, Ngadirojo, Tulakan, Tegalombo, Arjosari dan Kebonagung. Bupati Pacitan menetapkan kasus penularan Hepatitis A sebagai KLB.

Baca juga: Penyakit kuning merebak di Pacitan

Baca juga: Kemenkes: jaga perilaku hidup bersih cegah Hepatitis A

Baca juga: Permen asal Amerika terkontaminasi hepatits A

Baca juga: Pacitan tetapkan status "KLB" hepatitis-A


Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019