Jakarta (ANTARA) - Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) mengapresiasi kesepakatan di dalam forum G-20 terkait inisiatif dan kepemimpinan Indonesia dalam memberantas praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing atau penangkapan ikan ilegal.

"Walaupun kesepakatan tersebut bersifat tidak mengikat, tapi akan menjadi konsern negara-negara G20 dalam memberikan dukungan pada upaya pengurangan praktik IUU di seluruh dunia," kata Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Minggu.

Dalam forum G2O yang berlangsung di Osaka Jepang, 28-29 Juni 2019, pemimpin negara-negara G20 berhasil menyepakati komitmen para pihak untuk menanggulangi IUU fishing secara global.

Atas keberhasilan tersebut, Iskindo memberikan apresiasi kepada delegasi Indonesia pada pertemuan tingkat kepala negara tersebut.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, lanjutnya, maka isu IUU akan menjadi perhatian negara-negara G20 dalam kerangka kerja sama global.

"Oleh karena itu, kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang dalam 4 tahun ini secara konsisten memberantas IUU dan telah membuka mata dunia tentang modus, kejahatan, dampak dan cara pemberantasan IUU melalui pendekatan hukum," katanya lagi.

Menurut dia, kesepakatan itu merupakan salah satu dari bentuk perjuangan Indonesia di tingkat dunia untuk mengajak negara-negara lain dalam melindungi sumber daya ikan.

Ia menegaskan bahwa Republik Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang berhasil meningkatkan stok ikan dari pengurangan praktik IUU fishing di perairan Indonesia.
Baca juga: KKP tangkap kapal ikan ilegal berbendera Malaysia

Selanjutnya, Indonesia dinilai perlu mengawal komitmen tersebut dalam bentuk kerja sama internasional dan kemitraan program agar kesepakatan para kepala negara tersebut dapat ditindaklanjuti dalam level kerja sama.

"Tantangannya kemudian adalah pada level operasional, negara-negara G20 perlu menindaklanjuti komitmen tersebut dalam bentuk perbaikan regulasi perikanan global, perbaikan dan pertukaran data perikanan, peningkatan kapasitas dan pendanaan program," kata Abdi.

Dia memaparkan, penanganan IUU fishing dalam tingkat global apalagi dengan dukungan negara-negara G20 yang memiliki kekuatan ekonomi cukup maju diharapkan akan memberi dampak signifikan bagi pengelolaan perikanan global yang makin tertekan.

Saat ini, lanjutnya, ada sekitar 4.5 juta kapal ikan yang beroperasi di seluruh dunia. Namun pengelolaan perikanan dunia masih terkendala pada pencatatan hasil tangkapan.

"Dari sekitar 120 juta ton tangkapan ikan setiap tahun, diperkirakan sekitar 30 juta ton ikan ilegal dan tidak dilaporkan hilang setiap tahun," kata Abdi, dan menambahkan, kebanyakan ikan tersebut berasal dari negara berkembang termasuk Indonesia.

Bagi Indonesia, upaya pemberantasan IUU mesti terus dilanjutkan bukan saja oleh kapal ikan asing, tapi melalui perbaikan tata kelola perikanan dalam negeri.

Ia menilai Indonesia menghadapi tantangan spesifik sebab mayoritas kegiatan perikanan tangkap ditopang oleh nelayan kecil yang sistem pendataannya belum terlalu baik.

"Pemerintah Indonesia juga mesti konsisten melarang penggunaan alat tangkap yang merusak seperti bom, bius, trawl dan cantrang agar keberlanjutan sumberdaya ikan dapat terus terjaga," ujarnya pula.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019