Ketika sudah dilantik maka tidak ada lagi daerah basis atau bukan. Semua sama, yaitu wilayah NKRI yang harus mendapatkan porsi pembangunan yang sama
Padang, (ANTARA) - Kendati Prabowo Subianto menang telak di Sumatera Barat pada Pemilu Presiden 2019 dengan perolehan suara 85,95 persen atau 2.488.733 suara, nyaris tak ada riak yang berarti di daerah itu usai KPU pusat menetapkan presiden terpilih.

Agaknya, peribahasa "Biduak lalu kiambang bertaut" (Perahu lewat, tanaman air kembali menyatu), yang artinya dua pihak yang berseteru kembali bersatu terpampang nyata dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Sama seperti perkiraan berbagai pihak dan hasil survei, pada Pemilu Presiden 2019 Prabowo kembali unggul di Ranah Minang, mengulang kemenangan yang sama saat Pilpres 2014.

Jika pada Pilpres 2014 Prabowo yang ketika itu berpasangan dengan Hatta Rajasa memperoleh 76 persen suara mengalahkan Jokowi-Jusuf Kalla yang hanya mendapatkan 24 persen suara, pada Pemilu 2019 persentase kemenangan mantan Danjen Kopasus tersebut meningkat menjadi 85,95 persen.

Saat itu, muncul pandangan bahwa Sumatera Barat akan diperlakukan sebagai anak tiri oleh pemerintah pusat. Akan tetapi, semua pandangan miring tersebut tak terbukti nyata karena tak kurang dari lima kali Jokowi bertandang ke Ranah Minang.

Buktinya, pada 8-10 Oktober 2015, Jokowi dalam kapasitas sebagai kepala negara untuk pertama kalinya datang ke Sumbar, mengunjungi sejumlah lokasi, mulai dari Istana Bung Hatta Bukittinggi, peternakan sapi Padang Mengatas, Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, hingga meninjau pembangunan Rail Bus di kawasan Bandara Internasional Minangkabau.

Pada April 2016, Jokowi kedua kalinya datang ke Padang dalam rangka pembukaan latihan multilateral angkatan laut Komodo 2016.

Usai dilantik sebagai presiden, Jokowi juga punya tradisi baru selaku kepala negara, yaitu merayakan Idul Fitri di daerah bersama rakyat dan Padang menjadi kota kedua yang dipilih Presiden untuk merayakan Lebaran pada 2016 setelah pada 2015, mantan Wali Kota Solo dua periode itu berlebaran di Aceh.

Pada 7-9 Februari 2018, Jokowi kembali bertandang ke Ranah Minang, menghadiri puncak Hari Pers Nasional dan serangkaian kegiatan lain, sedangkan pada 21 Mei 2018,  Presiden kembali ke Sumbar dalam rangka membagikan sertifikat tanah wakaf dan peresmian kereta Bandara Minangkabau.

                                                                     Dewasa berdemokrasi
Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Padang Edi Indrizal menilai dua kali perhelatan pilpres, sejak 2014, membuat warga Sumbar kian dewasa berdemokrasi.

"Kendati presiden terpilih bukan pilihan mayoritas warga, namun nyaris tak ada gejolak di level akar rumput dan orang Minang dengan cepat dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri," kata dia.

Usai Pilpres 2019, gesekan diamati dia, hanya terasa di tingkat elite karena mereka sebagai pihak yang berkepentingan secara langsung dalam kursi kekuasaan politik.

"Kalau masyarakat bawah, biasa saja tak ada masalah," ujarnya.

Oleh sebab itu, ia menilai tak relevan jika ada yang mewacanakan rekonsiliasi atau perlu perlakuan khusus oleh presiden terpilih terhadap Sumatera Barat.

"Saya rasa tidak perlu karena secara historis waktu Pilpres 2014 juga terjadi hal yang sama dan semua berjalan dengan baik," kata dia.

Hal serupa digaungkan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno. Ia mengajak semua pihak, terutama masyarakat provinsi itu, untuk menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi dan kembali bersatu mendukung presiden terpilih.

Sidang MK yang sudah selesai, disebut dia, bahwa hal itu artinya proses pemilu sudah masuk babak akhir. Semua pihak harus menghargai apapun hasil pesta demokrasi itu.

Segala perbedaan yang terjadi selama proses pemilu, ucap dia, harus ditinggalkan di belakang agar ke depan Indonesia bisa lebih maju dan bersaing dengan negara-negara maju di dunia.

"Mayoritas masyarakat Sumbar adalah pemilih Prabowo-Sandiaga Uno. Tetapi setelah ini, semua harus bersatu kembali demi Indonesia yang lebih baik," katanya.

Demikian juga pandangan Rektor Unand Prof Tadil Husni. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat kembali bersatu usai pelaksanaan Pemilu Presiden 2019.

"Saatnya kembali bersatu dan jangan ada lagi friksi di tengah masyarakat usai pilpres ini," kata dia.

Sudah saatnya sekarang masyarakat bersatu dan mendukung pelaksanaan pembangunan karena perpecahan akan membuat pembangunan menjadi sulit berjalan secara baik.

"Lihat saja contoh yang sudah ada, negara-negara yang berpecah sulit membangun, dasar utama kesuksesan pembangunan adalah kekompakan," katanya.

Ia menekankan bahwa persatuan menjadi hal utama dan penting untuk kelangsungan pembangunan.

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat Shofwan Karim melihat bahwa pada dasarnya masyarakat Sumbar bisa menerima hasil Pilpres 2019.

Kalau pun ada perbedaan pendapat saat pilpres, hal itu sebagai dinamika demokrasi. sedangkan saat ini hal yang perlu dilakukan adalah bersama-sama merajut persatuan dalam bingkai NKRI.

Ia menyampaikan bukan saatnya lagi bicara calon presiden 01 atau 02 karena Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia.

"Ketika sudah dilantik maka tidak ada lagi daerah basis atau bukan. Semua sama, yaitu wilayah NKRI yang harus mendapatkan porsi pembangunan yang sama," katanya.

Ia berharap, presiden terpilih melanjutkan pembangunan di Sumatera Barat, terutama sektor infrastruktur, pariwisata, dan pendidikan.

Salah satunya, ucapnya, pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru perlu dituntaskan, kemudian pembenahan objek wisata, termasuk infrastrukturnya, sehingga ekonomi masyarakat menjadi hidup.

Ia juga berharap, pemerintah pusat mengoptimalkan pembangunan sumber daya manusia dengan pembangunan pesantren.

Sumbar yang dikenal sebagai pesantren dengan sistem modern, perlu lebih diperhatikan pengembangannya agar lahir SDM berkualitas.

Baca juga: Aceh butuh perhatian khusus dari Jokowi-Ma'ruf
Baca juga: Wali Kota Bogor minta Jokowi perbaiki infrastruktur sekitar Istana
Baca juga: Jokowi akan langsung kerja dan bahas koalisi

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019