Pengaruh AS dan China dalam agenda Reformasi WTO sangat kuat
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menyatakan, wacana mereformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada intinya sebenarnya untuk melihat kepentingan baik dari AS maupun China dalam memperebutkan dominasinya.

"Pengaruh AS dan China dalam agenda Reformasi WTO sangat kuat, dan saat ini posisi negara-negara berkembang menjadi pertaruhannya," kata Rachmi Hertanti di Jakarta, Senin.

Menurut Rachmi, agenda Reformasi WTO bukan semata hanya untuk menguatkan perdagangan multilateral di tengah-tengah maraknya praktek proteksionisme dan unilateralisme.

Ia mengingatkan bahwa pada 2018, AS mengeluarkan proposal ke WTO, dan didukung oleh Eropa dan Jepang,meminta agar merekonstruksi lagi penerapan mekanisme penerapan khusus bagi negara berkembang, khususnya untuk sektor pertanian.

Proposal itu, ungkap dia, dikeluarkan AS karena ditengarai China diuntungkan dari ketentuan tersebut sebelumnya, sehingga ketidakpercayaan AS terhadap WTO lebih kental nuansa pertarungan dengan China.

Dalam menjawab proposal AS yang didukung Eropa, dan Jepang, maka China seakan tidak mau kalah dengan menggalang dukungan dari kelompok negara berkembang dan kurang berkembang seperti, India, Afrika Selatan, termasuk Indonesia, dengan melakukan pertemuan di India beberapa waktu lalu.

"Bagi kami, baik posisi AS dan China dalam pusaran perdebatan Reformasi WTO harus dicermati dengan baik oleh Pak (Presiden) Jokowi. Posisi AS, Eropa, dan Jepang sudah tentu merugikan posisi negara berkembang. Di sisi lain, China juga menggunakan standar ganda, yang tetap ingin berstatus sebagai negara berkembang dan dapat menikmati fleksibilitas yang ada, tetapi agresif mendorong perjanjian e-commerce untuk dibahas sesuai skema mereka dan enggan menghapus subsidi pertanian dan perikanan," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan reformasi terhadap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dapat mengembalikan fungsi lembaga tersebut terhadap penyelesaian sengketa dagang internasional.

Dalam Pertemuan Tingkat Menteri G20, Enggartiasto Lukita mengatakan Indonesia secara khusus menyoroti peranan dan fungsi WTO, serta mendukung reformasi terhadap lembaga tersebut.

Mendag memaparkan, hal utama yang menjadi fokus dan prioritas saat ini adalah mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Mechanism) dan penetapan anggota badan majelis banding (Appellate Body).

"Kami mendukung dilakukannya reformasi. Secara khusus kami sampaikan Appellate Body yang kalau tidak diisi pada Desember ini, WTO akan kehilangan fungsinya untuk Dispute Settlement," kata Enggartiasto di sela-sela kegiatan Halal Bihalal di Kementerian Perdagangan Jakarta, 12 Juni.

Menurut Enggar, Indonesia memandang reformasi WTO sebagai hal penting untuk memulihkan sistem perdagangan multilateral dan mengembalikan kredibilitas WTO.

Ia menilai tingginya tensi perang dagang antara AS dengan China saat ini membuat kepercayaan di antara negara-negara G20 atas pelaksanaan sistem multilateral menjadi sangat rendah.

Oleh karena itu, penguatan peran WTO melalui reformasi harus dilakukan agar harapan terhadap keberadaan lembaga ini tidak makin mengecil dan membahayakan kondisi perdagangan global.

Baca juga: Mendag: Reformasi WTO kembalikan fungsi penyelesaian sengketa dagang
Baca juga: Bayang-bayang perang dagang dan desakan reformasi WTO
Baca juga: Indonesia-Jepang sepakat usung reformasi WTO di G20

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019