Kalau hanya dua partai yang menjalankan fungsi oposisi, perolehan suaranya sekitar 22 persen.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara Juanda menyarankan agar partai politik yang pernah bergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur menjalankan fungsi oposisi sebagai penyeimbang jalannya pemerintahan sehingga terwujud mekanisme check and balances.

"Seharusnya partai yang mendukung Prabowo-Sandi pada Pemilu Presiden 2019 tetap konsisten menjadi penyeimbang. Ini bagus dan elok dalam rangka pendidikan politik generasi kita selanjutnya," kata Juanda dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema "Demokrasi Pancasila, Rekonsiliasi Tak Kenal Istilah Oposisi?" di Gedung MPR/DPD/DPR RI, Jakarta, Senin.

Baca juga: PKS dukung rekonsiliasi, tetapi tetap oposisi

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dikenal istilah oposisi. Namun, yang ada adalah fungsi oposisi, yaitu sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.

Menurut dia, fungsi oposisi itu bisa dijalankan partai politik di luar pemerintahan dan masyarakat sipil.

Namun, dia melihat ada gejala kelompok penyeimbang akan makin kecil setelah beberapa parpol yang pernah bergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur berubah haluan politiknya mendukung Jokowi-Ma'ruf.

"Kondisi seperti ini sebenarnya patut disayangkan karena kekuasaan yang menumpuk dalam satu tangan namanya tirani," ujarnya.

Menurut dia, kalau hanya dua partai yang menjalankan fungsi oposisi, yaitu Gerindra dan PKS, yang perolehan suaranya digabungkan hanya sekitar 22 persen, itu tidak seimbang.

Ia menilai kekuatan kedua partai itu tentu tidak seimbang menjalankan fungsi kontrol kebijakan pemerintah yang didukung sekitar 78 persen suara.

"Ketika ini diputuskan, ada beberapa kegiatan pemerintah Jokowi ke depan, misalnya yang mungkin ada yang kurang tepat, ini tidak efektif dalam 22 persen untuk mengontrol 78 persen," katanya.

Baca juga: Pakar: Sebaiknya tetap ada parpol di luar pemerintahan

Kalau itu yang terjadi, menurut dia, kondisi demokrasi Indonesia tidak sehat meskipun hak masing-masing partai bergerak ke tempat lain.

Padahal, lanjut dia, kalau partai yang pernah tergabung dalam Koalisi Adil Makmur eksis seperti dukungannya pada Pemilu Presiden 2019, hal itu akan menyehatkan demokrasi di Tanah Air.

"Akan tetapi, kalau oposisi itu hanya diisi oleh PKS, itu akan menjadi modal sosial yang besar bagi PKS pada Pemilu 2024," kata Juanda.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019