Padang (ANTARA News) - Perkembangan jumlah media massa di era reformasi mengalami lonjakan luar biasa ketimbang pada era Orde Baru, dimana setahun pasca reformasi dalam sehari terbit lima media massa baru. Selama 32 tahun era Orde Baru hanya berdiri 289 media cetak, enam stasiun televisi dan 740 radio. Setahun pasca reformasi jumlah media cetak melonjak menjadi 1.687 penerbitan atau bertambah enam kali lipat, kata anggota Dewan Pers, Wikrama Iryans Abidin, di Padang, Kamis. Hal itu disampaikannya pada acara Dialog Sehari bertema "Dengan Semangat Hari Pers Nasional 2008, Kita bangun pers profesional dan berbudaya" di gelar PWI Sumbar. Jika dihitung dengan skala waktu, berarti setahun pasca reformasi telah lahir 1.389 media cetak baru, atau 140 perbulan atau hampir lima media per hari, katanya. Jumlah media cetak itu kini telah berkurang dan tercatat sebanyak 830, 60 televisi, 2.000 radio berizin dan 10 ribu radio gelap. Sedangkan jumlah wartawan saat ini mencapai 40 ribu orang, tambahnya. Melonjaknya jumlah media massa pasca reformasi, menurut dia, tidak bisa dilepaskan korelasinya dengan proses liberalisasi pers sejalan dengan pergeseran dari sistem politik otoriter ke demokrasi. Namun, dari sekitar 40 ribu wartawan di Indonesia itu hanya 20 persen atau sekitar 8.000 orang saja yang paham dengan kode etik jurnalistik dan UU No.40/1999 tentang pers. Ini menunjukkan masuk ke profesi wartawan begitu longgar. "Semua bisa jadi wartawan, tanpa kompetensi bahkan etika dan moral, modalnya cukup kartu pers," katanya. Contohnya di DPR, tercatat sekitar 3.000 wartawan mangkal di sana, tapi hanya 10 persen saja yang menulis berita secara terus menerus. Banyaknya wartawan, menurut dia, tidak terlepas dari kondisi negara yang krisis. "Cari kerja sulit, dan akhirnya banyak yang jadi wartawan untuk sekedar menumpang hidup dan mencoba terus bertahan," tambahnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008