Jakarta (ANTARA) - Keragaman ratusan varietas jeruk lokal yang tersebar di berbagai daerah merupakan hal yang penting karena selain merupakan kekayaan nasional tetapi juga dapat dikembangkan untuk berbagai manfaat bagi sektor pertanian nasional, seperti untuk komoditas ekspor.

"Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian) memiliki koleksi SDG (Sumber Daya Genetik) Jeruk yang cukup besar serta menghasilkan benih pokok BPMT jeruk bebas penyakit yang dikelola Balitjestro (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika) dan tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia," kata Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

Sementara itu, Peneliti Balitjestro Chaireni Mertasari menjelaskan bahwa saat ini terdapat sebanyak 254 aksesi atau jenis jeruk dari berbagai jenis dikoleksi di Balitjestro yang dipelihara dan dikelola di Kebun Percobaan Punten.

Jenis tersebut di antaranya Citrus sinensis Osbeck (jeruk manis), Citrus reticulata Blanco (jeruk keprok), Citrus maxima Merr (jeruk besar), Citrus limon (jeruk Lemon), Citrus aurantifolia (jeruk nipis), Citrus medica (sitrun), dan Citrus paradisi (grape fruit).

Koleksi jeruk itu sendiri dikelola dan dipelihara secara rutin dalam rumah kasa insect proof sehingga terlindung dari serangga penyebab penyakit khsususnya Huanglongbing atau lebih dikenal dengan CVPD.

Lebih lanjut disampaikan, varetas jeruk yang banyak berkembang di Indonesia merupakan jenis common mandarin (Citrus reticulata Blanco). Beberapa varietas lokal Indonesia yang masuk dalam kelompok ini adalah Keprok dan Siam.

Sedangkan jenis domestik yang telah dikembangkan, lanjutnya, di antaranya Keprok Soe, Keprok Batu 55, dan Siam Madu, Keprok Brasitepu, dan Keprok Garut,Keprok Gayo, Siam Pontianak dan lainnya.

Varietas jeruk ini sendiri akan terus bertambah seiring dengan hasil eksplorasi dari berbagai daerah dan dari pemuliaan maupun persilangan yang dilakukan oleh peneliti.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan upaya konservasi terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati di level nasional mencapai 17 persen yang artinya melampaui target global yakni 11 persen.

"Target yang diminta Aichi (Aichi Biodiversity Targets) adalah 11 persen bisa melakukan konservasi terhadap ekosisten," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK Indra Exploitasia di Jakarta, Jumat (28/6).

Artinya, kata dia, Indonesia berhasil melampaui target yang diminta Aichi Biodiversity Targets, yakni target global untuk mengurangi laku kehilangan keanekaragaman hayati.

Hal itu disampaikan Indra saat konferensi pers persiapan Indonesia mengikuti "The 9th Trondheim Conference on Biodiversity" yang akan berlangsung di Trondheim, Norwegia, 2-5 Juli 2019.

Ia mengatakan Indonesia telah meratifikasi CBD (Convention on Biological Diversity) sejak 1994 dengan tiga prinsip penting, yakni konservasi, pemanfaatan berkelanjutan, dan akses untuk mendapatkan sumber daya genetik untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Baca juga: Pakistan-Indonesia realisasikan kerja sama impor jeruk kino

Baca juga: Ekspor Buah-buahan Indonesia Capai 240 Juta Dolar

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019