Anggaran yang ada harus diarahkan ke tempat yang punya daya ungkit,
Jakarta (ANTARA) - Lembaga negara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akhirnya bisa dipimpin oleh kepala badan yang definitif setelah Menteri Kesehatan Nila Moeloek melantik dr Hasto Wardoyo Sp.OG(K) untuk memimpin lembaga kependudukan tersebut.

Hasto yang tadinya Bupati Kulon Progo selama tujuh tahun sejak 2011 dilantik oleh Menkes menjadi Kepala BKKBN berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 33/TPA Tahun 2019 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Utama di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Diangkatnya Hasto sebagai Kepala BKKBN merupakan penunjukan langsung dari Presiden Joko Widodo yang dilandasi dari penilaian kepala negara.

Menurut presiden ketika ditanya alasan penunjukan Hasto sebagai Kepala BKKBN padahal masih menyisakan masa tugas sebagai Bupati Kulon Progo hingga tahun 2021 dikarenakan Hasto berlatar belakang sebagai dokter, sebagai bupati yang merupakan orang lapangan, serta memahami masalah secara detil.

Hal tersebut dirasa sangat berkolerasi dengan tugas BKKBN untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, sosialisasi kesehatan reproduksi, serta pembangunan keluarga.

Jabatan kepala BKKBN sebelumnya sempat kosong selama enam bulan sejak awal Januari 2019. Bahkan bisa dibilang lebih lama lagi, yaitu lebih dari dua tahun sejak mantan kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty ditangkap oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi alat kontrasepsi sejak November 2017.

Sejak saat itu hingga Desember 2018, BKKBN dipimpin oleh Plt Kepala BKKBN Sigit Priohutomo yang sebenarnya juga tidak bisa mengeluarkan kebijakan strategis di lembaga tersebut.

Sigit pada saat yang sama juga menjabat sebagai Kepala Dewan Jaminan Sosial Nasional saat itu dan Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek yang melantik Hasto Wardoyo menaruh harapan besar kepada Kepala BKKBN yang memiliki latar belakang praktisi kesehatan tersebut.

Menkes Nila meminta Hasto untuk berinovasi, melakukan gebrakan, dan tidak melakukan pekerjaan hanya itu-itu saja yang selama ini dilakukan BKKBN dan tidak terasa manfaatnya.

Di sisi lain, lanjut Nila, Hasto memiliki banyak PR untuk diselesaikan seperti menekan laju pertumbuhan penduduk sesuai dengan sasaran RPJMN 2010-2020 sebesar 1,19 persen di mana saat ini masih 1,36 persen.

Selain itu Kepala BKKBN juga harus memikirkan cara untuk mengendalikan angka fertilitas total (TFR) atau angka kelahiran per 1000 wanita usia subur yang saat ini sebanyak 2,4 anak menjadi 2,1.

Menurut Nila diperlukan pengendalian angka TFR 2,1 untuk menjaga jumlah penduduk produktif dan nonproduktif yang seimbang pada suatu negara.

Nila tidak menginginkan penduduk Indonesia di masa depan memiliki penduduk produktif yang lebih sedikit dari penduduk nonproduktif seperti lansia dan anak-anak.

Hal itu sudah terjadi di negara seperti di Eropa dan Jepang di mana jumlah penduduk lansia lebih banyak dari penduduk usia muda dan anak-anak.

Nila juga menyinggung kondisi jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2018 sebesar 264,2 juta atau bertambah 8,6 juta jiwa dari tahun 2015.

Menkes menyebut penduduk Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara konsumen terbesar di dunia.

Kenaikan jumlah penduduk yang besar tersebut sangat mempengaruhi pembiayaan negara untuk bidang pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, air bersih, kerusakan lingkungan dan lain-lain.

Dari segi kualitas kependudukan menurut survei PBB, Indonesia berada di posisi 116 dari 188 negara, diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia.


Baca juga: Hasto Wardoyo dilantik menjadi Kepala BKKBN
Baca juga: BKKBN tingkatkan kesertaan KB-kesehatan reproduksi peringati Harganas



Memetakan Masalah

Hasto menjawab tantangan yang sudah menunggunya dalam menjalankan tugas baru sebagai Kepala BKKBN dengan strategi fokus pada satu permasalahan yang akan diselesaikan.

Dia mengatakan bahwa tugas utama BKKBN ialah medis teknis yang kaitannya dengan partisipasi penggunaan alat kontrasepsi, dan tugas terkait bidang sosial kesejahteraan.

Hasto memetakan beberapa tugas yang juga sudah diambil alih oleh kementerian lain seperti di bidang kesejahteraan yaitu bantuan pangan oleh Kementerian Sosial dan kementerian lainnya.

 Oleh karena itu Hasto meminta waktu untuk mempelajari dan memetakan masalah lebih dulu untuk mengarahkan fokus kerja BKKBN agar lebih efektif.

"Bagi kami, yang saya rasakan di desa selama tujuh tahun, warga itu hebat kalau bisa hidup tentram mandiri bahagia. Tujuannya menciptakan keluarga sejahtera, sekarang orientasinya bukan lagi welfare tapi happiness, kalau saya orientasi pada happiness sekarang orientasi ke sana bagaimana keluarga bisa sejahtera," kata Hasto.

Setelah menentukan fokus apa yang akan dijalankan dalam program kerja BKKBN, Hasto menyebut perlu adanya intensifikasi pada anggaran agar bisa membuat program yang dapat menghasilkan.

Masalahnya, dari anggaran BKKBN yang dialokasikan sekitar Rp3 triliun tahun depan, sebanyak Rp2 triliun digunakan untuk membayar gaji pegawai dan hanya menyisakan Rp1 triliun untuk program.

"Secara fundamental, struktur anggaran di BKKBN ini harus diarahkan ke money follow program, jadi programnya itu fokus. Kalau menurut saya harus ada keberpihakan anggaran pada fokus itu," kata dia.

Hasto tidak menginginkan anggaran dibagi rata ke semua divisi agar masing-masing memiliki dana untuk menjalankan program. Menurut Hasto, pola manajemen anggaran seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa.

"Anggaran yang ada harus diarahkan ke tempat yang punya daya ungkit," tutur Hasto.

Mantan Bupati Kulon Progo tersebut memiliki ide untuk mengakali anggaran belanja pegawai yang sebesar Rp2 triliun, dibandingkan anggaran untuk program sebesar Rp1 triliun. Yaitu dengan mengadakan kegiatan dan tugas bagi para pegawai yang digaji Rp2 triliun dalam satu tahun, yang nilainya sama dengan gaji tersebut bahkan bernilai Rp4 triliun.

"Bukan salahnya belanja pegawai, tapi mestinya program yang ditingkatkan. Kalau punya pegawai dengan anggaran Rp2 triliun, ya kita bikin aktivitas yang nilainya Rp4 triliun atau sedikitnya Rp2 triliun, jadi nggak rugi, kalau nggak gitu kan rugi," papar Hasto.

Layak ditunggu gebrakan dan inovasi apa yang akan dilakukan oleh Hasto Wardoyo terkait kependudukan dan keluarga berencana di BKKBN, mengingat rekam jejaknya selama menjadi Bupati Kulon Progo yang memiliki prestasi dan inovasi.


Baca juga: Kepala BKKBN baru tanggapi kampanye KB dengan empat anak di Bali
Baca juga: Pemerintah godok Renstra Pencegahan Perkawinan Anak

 

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019