Banda Aceh (ANTARA) - Komisi VIII DPR RI mendorong agar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang berjumlah 10 juta orang dengan total anggaran Rp35 triliun dapat menekan angka kemiskinan di Tanah Air pada tahun ini.

"Penerima PKH, harus tepat sasaran. Mereka (pendamping, Red) harus mendata sesuai yang dilihat, dan jangan sampai menyalahgunakan kekurangan masyarakat yang tak memahami aspek pendataan, termasuk menggunakan ATM penerima manfaat untuk kepentingan pribadi," ujar Ketua Komisi VIII DPR M Ali Taher, di Banda Aceh, Selasa, dalam rangka pengawasan dana PKH yang menjadi program andalan Kementerian Sosial, didampingi oleh Kepala Sub Direktorat Kepesertaan Direktorat Jenderal Jaminan Sosial Keluarga Rinto Indratmoko.

Rombongan anggota Komisi VIII DPR RI yang turun ke Aceh terdiri dari Iskan Qolba Lubis, Hamka Haq, Itet Tridjajati Sumarijanto, I Gusti Agung Putri Astrid, Adi Putra Darmawan Tahir, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Bambang Budi Susanto, Lilis Santika, Lukman Hakim Hasibuan, Dja'far Shodiq, dan Tetty Pinangkaan.

Ali Taher menjelaskan, PKH ini merupakan salah satu ikon pemerintah, karena setiap tahun selalu mengalami peningkatan dalam jumlah anggaraan yang diikuti oleh program, penerima manfaat, dan dana yang digelontorkan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2018 menyebutkan, angka kemiskinan secara nasional turun sebesar 0,16 persen dari 9,82 persen pada Maret 2018 menjadi 9,66 persen pada September 2018.

"Tahun ini saja lebih dari Rp35 triliun anggaran dikucurkan untuk PKH, dan itu memerlukan kepastian bahwa program ini sampai ke masyarakat sesuai 'by name by address'. Nah dengan demikian, maka salah satu studi kasus daerah yang kita kunjungi adalah di Aceh," ujar dia.

Menurutnya, provinsi paling barat di Indonesia ini memiliki gambaran bahwa penduduknya sangat religius, akan tetapi juga masih cukup banyak yang memerlukan PKH.
Baca juga: Kemensos genjot pencairan PKH lima daerah Aceh

Karenanya, lanjut dia, masih memerlukan intervensi dalam realisasi PKH dari lembaga legislatif dan sebagainya dalam hal pengawasan, terutama penyalurannya agar bisa memberikan dampak pelayanan publik yang sesungguhnya.

"Karena tanggung jawab negara itu, tidak hanya tugas pemerintah. Tapi juga DPR, dan masayarakat secara luas," katanya lagi.

"Tahun ini Linjamsos (Perlindungan dan Jaminan Sosial), Insya Allah dari Rp58 triliun menuju ke Rp62 triliun. Salah satu program adalah PKH ini," kata Ali Taher.

Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri menyebutkan, menurut pihaknya yang paling penting, yakni pendataan ini harus konkret. Bila sudah mampu, ujarnya lagi, maka harus dikeluarkan dari data penerima PKH di Aceh.

Dia mengatakan, keluarga penerima manfaat PKH di Aceh dalam setahun terakhir mengalami penurunan, tetapi jumlah anggaran yang dikucurkan mengalami peningkatan.

Ia mencontohkan, seperti penyaluran di tahun 2018, jumlah KPM sebanyak 299.173 orang dengan dana Rp544.173.404.505, dan di 2019 mengalami penurunan menjadi 287.674 orang dengan total dana sebesar Rp1.232.005.183.623.

"Kita sangat berharap data PKH di Kementerian Sosial melalui Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) harus disinkronkan dengan kabupaten/kota di Aceh. Kalau ada yang sudah keluar, tolong dikeluarkan segera dari data penerima. Jangan terus menerima, padahal dia sudah mampu," kata Alhudri.

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019