Jakarta (ANTARA News) - Menperin Fahmi Idris di Jakarta, Senin, mengatakan pencabutan Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung terigu ditujukan untuk menekan terjadinya monopoli pasokan terigu di dalam negeri. Selama ini, kata dia, pasokan tepung terigu di dalam negeri didominasi oleh empat industri tepung terigu, yaitu PT Bogasari FlourMills, PT Sriboga Ratu Raya, PT Eastern Pearl, dan PT PanganMas. "Kami ingin agar pasokan tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa lebih terbuka," katanya. Fahmi mengatakan SNI yang didalamnya mengandung kewajiban fortifikasi bagi tepung terigu yang beredar di Indonesia, dinilai menghambat masuknya terigu impor dalam upaya pemerintah menurunkan harga tepung terigu di dalam negeri, yang dibutuhkan tidak hanya oleh industri makanan, tapi juga industri lain, seperti industri lem. Ia membantah mendapat tekanan dari para "cukong" untuk mencabut SNI wajib tepung terigu yang didalamnya terkait masalah wajib fortifikasi tepung terigu dengan zat gizi lainnya seperti vitamin B1 dan B2, asam folat, serta zat besi. Pada 24 Januari 2008, Menperin mengeluarkan Permenperin Nomor 02/M-IND/PER/1/2008 yang mencabut SK Mendag Nomor 135/MPP/Kep/5/2001 Tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan dan Revisinya. Kalangan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memprotes kebijakan tersebut yang dinilai sebagai langkah mundur kebijakan pemerintah untuk membantu peningkatan gizi masyarakat melalui konsumsi terigu yang sudah menjadi bahan pokok. "Yang aneh, kalau kaitannya dengan kesehatan, sampai sekarang yang mengeluh (pencabutan SNI) adalah asosiasi terigu (Aprindo) dan asosiasi fortifikasi. Tidak ada sepatah pun protes dari Depkes dan BPOM yang memiliki fungsi dan tugas mengawasi kualitas dan derajat gizi (tepung terigu)," kata Fahmi. Namun, ia juga menegaskan pemerintah akan melakukan penyempurnaan terhadap program fortifikasi tepung terigu, terutama terkait tambahan kandungan gizi yang diperlukan. "Kandungan fortifikasi dari waktu ke waktu akan disempurnakan," katanya Saat ini, lanjut Fahmi, pihaknya bersama Depkes dan BPOM tengah melakukan penelitian mengenai kandungan gizi tambahan yang dimasukkan dalam tepung terigu. Zat gizi yang akan dimasukkan dalam fortifikasi tersebut, kata dia, harus tahan dipanaskan dalam suhu tertentu, sehingga zat gizinya tidak hilang. Ia menilai zat gizi mie instan saat ini masih diragukan, terkait masih adanya kebiasaan masyarakat menambah bahan lainnya seperti sayuran dan telur pada masakan berbahan baku mie instan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008