"Saya tegaskan, tidak ada istilah gelombang kedua, yang ada melalui optimalisasi daya tampung," kata Boy
Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa menegaskan pihaknya tidak akan membuka gelombang kedua  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA/SMK menghadapi aspirasi sejumlah orang tua siswa yang mengkhawatirkan putra-putrinya tidak mendapatkan sekolah.

"Saya tegaskan, tidak ada istilah gelombang kedua, yang ada melalui optimalisasi daya tampung," kata Boy disela-sela menghadiri rapat kerja terkait PPDB di Gedung DPRD Bali, di Denpasar, Kamis (4/7).

Terkait dengan pendataan optimalisasi daya tampung sekolah, Boy mengaku akan segera mengumpulkan para kepala SMA karena merekalah yang paling tahu tentang kondisi daya tampung masing-masih sekolah.

Optimalisasi daya tampung yang dimaksud diantaranya dengan penambahan rombongan belajar maupun "double shift". Terkait dengan sejumlah permasalahan dalam Jalur Zonasi PPDB yang menyebabkan siswa yang rumahnya jauh dari SMA negeri tidak mendapatkan sekolah, menurut Boy, tentu skema ke depannya diperlukan pembentukan sekolah baru maupun pembangunan ruang kelas baru.

Mengenai kekhawatiran sejumlah orang tua siswa mengenai penggunaan surat keterangan domisili mengalahkan yang menggunakan kartu keluarga, berdasarkan data yang dihimpun, sesungguhnya yang menggunakan domisili tidak lebih besar.

Baca juga: Ombudsman harapkan Disdik Bali verifikasi semua domisili calon siswa

Di SMAN 1 Denpasar misalnya, ada sekitar 500 calon siswa yang mendaftar menggunakan KK dan 85 yang menggunakan domisili. Setelah diverifikasi yang menggunakan domisili itu, yang datanya benar 52 calon siswa baru. Bahkan ada juga di sekolah lainnya, dari 90 calon siswa yang menggunakan domisili, setelah diverifikasi ke lapangan, yang datanya benar 35 orang.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab mengatakan kalau optimalisasi daya tampung diartikan untuk mengisi kekurangan jumlah kuota yang ditetapkan, itu langkah yang bagus.

"Tetapi jika diartikan dengan mendorong pihak sekolah membuka rombongan belajar (rombel) baru atau mempraktikkan "double shift", saya kira itu perlu dipikirkan kembali agar tidak menyalahi kebijakan yang telah diambil oleh Kemendikbud," ujarnya.

Umar menambahkan, kalau pihak DPRD Bali dan Disdik Bali ingin membuka rombel baru ataupun "double shift", harapannya agar sudah dibangun komunikasi dengan Kemendikbud.

"Kami khawatir akan terjadi migrasi siswa dari sekolah swasta ke negeri seperti tahun lalu," ucapnya.

Baca juga: Disdik Bali akan diskualifikasi pengguna surat domisili palsu

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019