Pengepul di masing-masing tingkat ambil untung, hingga pedagang besar juga mengambil untung
Solo (ANTARA) - Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia lemah di daya tawar karena masih kalah dengan keberadaan pengepul, kata Peneliti Pengembangan UMKM Daniel Kameo.

"Sebetulnya UMKM kita sebagian besar sudah profesional. Mereka dapat bantuan dari perbankan, bisnis, pemerintah, LSM, dan universitas. Yang kurang adalah kekuatan daya tawar," kata Ketua Tim Peneliti Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini saat menjadi pembicara pada acara Diseminasi Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM di Wilayah Subosukawonosraten di Kantor BI Surakarta, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengatakan permasalahan rendahnya daya tawar yaitu ketika produk yang sudah dihasilkan oleh UMKM selanjutnya dikumpulkan oleh pengepul. Dalam hal ini pengepul yang mengambil untung.

"Pengepul di masing-masing tingkat ambil untung, hingga pedagang besar juga mengambil untung. Ini proses kegiatan pasar yang wajar, yang tidak wajar adalah siapa kuat dia yang menentukan harga," katanya.

Oleh karena itu, dikatakannya, kuncinya adalah kekuatan harus berimbang. "Kalau pengepulnya ada lima dan penjual ada 500 ya untungnya di pengepul. Seharusnya lima banding lima atau lima banding satu. Dia (produsen) bisa memilih harga yang paling bagus, tetapi UMKM harus menggabungkan kekuatan dalam wadah koperasi," katanya.

Dari penelitian yang dilakukannya, sektor UMKM sebetulnya memiliki potensi besar. Seperti contoh penelitiannya pada pembuat gula semut di Kabupaten Banyumas. Ia mengatakan pembuat gula semut memiliki risiko kerja yang besar, namun penghasilannya sangat rendah.

"Setiap tahun ada yang jatuh, kakinya patah, bahkan sampai meninggal dunia. Dia hanya dapat Rp14.000 per kilogram. Padahal di pasar luar negeri harganya sampai ratusan ribu," katanya.

Ia mengatakan meski sudah dipotong ongkos kirim, pengepul masih memperoleh untung hingga ratusan ribu.

"Bayangkan kalau dia bergabung dan jual sendiri, hanya bayar ongkos transportasi. Misalnya pendapatan naik dari Rp14.000 jadi Rp50.000 per kilogram saja, maka ekonomi desa akan meledak. Dia mulai renovasi rumah, anaknya dikirim ke sekolah, toko dan bangunan tiba-tiba hidup," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, UMKM memiliki peran strategis sebagai tulang punggung dan penyelamat perekonomian nasional. Ia mengatakan kondisi tersebut dapat dilihat dari tiga sektor, salah satunya jumlah industrinya yang besar, yaitu 53,8 juta unit atau setara dengan 99,9 persen dari total unit usaha.

Selain itu potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu mampu menyerap sebesar 97,22 persen total angkatan kerja yang bekerja dan kontribusi UMKM dalam pembentukan produk domestik bruto cukup signifikan sebesar 57,12 persen.

 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019