Palembang (ANTARA) - Lima terdakwa yang merupakan komisioner KPU Palembang mengajukan eksepsi atau keberatan dalam sidang perdana pidana pemilu dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, Sumatera Selatan.

"Setelah kami memperhatikan dan berkonsultasi, kami sepakat untuk mengajukan eksepsi," kata penasihat hukum kelima terdakwa, Rusli Bastari setelah berkonsultasi dengan Ketua KPU Palembang dalam sidang, Jumat.

Rusli optimistis eksepsi yang diajukannya akan dikabulkan pengadilan. Meski demikian ia menolak merinci poin-poin keberatan atas dakwaan jaksa penuntun umum.

"Ada tiga poin keberatan kami, nanti didengarkan saja bersama di persidangan," katanya.

Baca juga: Pengadilan Negeri Palembang gelar sidang pidana pemilu

Baca juga: Enam pengacara dampingi sidang komisioner KPU Palembang

Baca juga: PN Palembang gelar sidang pidana pemilu lima komisioner KPU, Jumat


Pihaknya juga sudah menyiapkan tiga saksi meringankan dan dua saksi ahli dalam pengajuan keberatan yang dibacakan usai Shalat Jumat tersebut. Agenda sidang yang digelar hingga sore hari, yakni putusan sela.

Kelimanya didakwa dengan pasal 554 subsider pasal 510 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum junto pasal 55 ayat 1 KUHP tentang menghilangkan hak pilih warga.

Dalam dakwaan pada sidang perdana Jumat pagi, jaksa penuntut umum merinci Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kekurangan surat suara saat pelaksanaan Pemilu 17 April 2018 dan TPS yang tidak diakomodir KPU Palembang untuk melaksanakan Pemungutan Suara Lanjutan (KPU).

"KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak memastikan dahulu jumlah surat suara dengan DPT di TPS sehingga terjadi kekurangan suara dan membuat pemilih meminta pemungutan suara di hentikan," ujar jaksa.

Baca juga: Kasus tindak pidana pemilu komisioner KPU Palembang segera disidangkan

Baca juga: Tiga terdakwa tindak pidana pemilu divonis dua bulan

Baca juga: Penyerahan berkas tersangka pidana pemilu tidak dihadiri tersangka


Selanjutnya kelima terdakwa menggelar pleno untuk menentukan TPS yang akan dilaksanakan PSL, namun KPU meminta pernyataan KPPS setempat mengenai perlu tidaknya dilaksanakan PSL dengan surat pernyataan.

Jaksa lewat keterangan ahli berpendapat surat pernyataan tidak bisa dijadikan terdakwa untuk membatalkan pelaksanaan PSL. Seharusnya terdakwa melihat fakta di lapangan apalagi terungkap jika KPPS tidak mengetahui jika surat pernyataan akan digunakan untuk membatalkan PSL.

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019