Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Kaban meminta pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, menyelesaikan kewajibannya mengganti kawasan hutan yang telah digunakan dalam proyek pembangunan pemukiman mewah yang dibangun perusahan itu. "Mereka harusnya menyediakan lahan pengganti yang clear and clean. Kewajiban itu harus dipenuhi," tegas Kaban di sela Penanaman dan Pemeliharaan Mangrove di Kawasan Hutan Lindung Angke sebagai bagian dari Peringatan Hari Pers Nasional 2008 di Jakarta, Sabtu. Berdasarkan catatan Dephut, PIK memanfaatkan kawasan hutan Angke seluas 827,18 hektare. Kawasan itu bisa dikembangkan menjadi pemukiman mewah lewat kesepakatan ruislag alias tukar guling antara pengembang (PT Mandara Permai) dengan Departemen Kehutanan pada Juli 1994. Dalam kesepakatan "ruislag" itu, Dephut melepaskan hak kepemilikan atas hutan Angke Kapuk kepada Mandara Permai dan sebagai gantinya perusahaan tersebut harus menyerahkan lahan untuk dijadikan kawasan hutan kepada Dephut. Sementara Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Departemen Kehutanan, Dwi Sudharto yang dihubungi membenarkan pernyataan Menhut. Menurut dia, secara yuridis pengembang PIK memang sudah menyelesaikan kewajibannya. Namun, lahan pengganti yang disediakan itu belum berstatus "clean and clear". "Secara moral, mereka harus bertanggung jawab," katanya. Lahan pengganti PIK tersebar di enam lokasi, di antaranya di Bogor, Sukabumi dan Kepulauan Seribu. Menurut Dwi, beberapa titik di lahan pengganti itu ternyata terjadi perambahan oleh masyarakat. Untuk itu, pengembang PIK diminta ikut membantu penyelesaian persoalan tersebut. Sementara itu, juru bicara manjemen PIK, Kosasih Wirahadikusumah yang ikut dalam kegiatan penanaman enggan berbicara soal lahan pengganti. Dia hanya menyatakan pihaknya sudah menyelesaikan seluruh kewajiban yang dibebankan. Manajemen PIK, tambahnya, memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap kondisi hutan mangrove yang masih tersisa di kawasan itu. Restorasi kawasan mangrove menjadi salah satu prioritas yang kini dijalankan manajemen PIK. Menurut dia, Restorasi hutan mangrove akan mencakup kawasan pesisir pantai seluas 18 hektare sepanjang 2,7 kilometer di sebelah utara kawasan PIK. Upaya restorasi dilakukan dengan membangun tanggul berjarak 100 meter dari bibir pantai sehingga penanaman dan pemeliharaan mangrove di belakang tanggul bisa berlangsung aman. "Restorasi ini pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mereklamasi kembali lahan hutan lindung yang selama ini habis terkikis oleh ganasnya gelombang abrasi," katanya. Manajemen PIK, kata Kosasih, juga bekerjasama dengan sejumlah instansi pemerintah, IPB, dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove untuk menjamin keberhasilan restorasi hutan bakau. Kritis Terkait kegiatan penanaman, Dirjen Rehabilitasi Hutan dan Perhutanan Sosial Dephut, Sunaryo, menjelaskan saat ini sekitar 50 persen dari kawasan hutan mangrove seluas 9 juta hektare dalam kondisi kritis. "Tingginya kerusakan hutan mangrove, terutama disebakan tekanan untuk pembuatan tambak," kata dia. Dephut mengandalkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga terus didorong untuk lebih berperan dalam pengelolaan hutan mangrove. Dephut, kata Sunaryo mendirikan pusat pengembangan mangrove seperti yang ada di Bali untuk membantu rehabilitasi hutan mangrove. Sementara itu, Menhut Kaban mengingatkan, kerusakan hutan mangrove sama artinya dengan kehilangan potensi ekonomi yang besar terutama perikanan karena hutan mangrove merupakan habitat asli sumber daya perikanan yang bernilai ekonomi tinggi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008