Ambon (ANTARA) -
Puluhan eks karyawan PT. Wahana Lestari Investama bersama isteri dan anak-anak mereka mendatangi Kantor DPRD Provinsi Maluku dan menginap malam ini untuk mencari keadilan dan menuntut hak-hak mereka diselesaikan lewat mediasi wakil rakyat.

"Kedatangan kami menginap di sini untuk menuntut hak-hak kami sebagai karyawan yang di-PHK secara sepihak, termasuk belum dibayar sisa gaji dua bulan terakhir sebelum diberhentikan oleh manajemen perusahaan," kata Z. Marwapei, salah satu eks karyawan di Ambon, Senin malam.

Menurut dia, perusahaan sudah menyusun rencana pengurangan karyawan dengan cara membuat surat pernyataan PHK di atas meterai, dua bulan sebelum dilakukan PHK pada tahun 2018 lalu.

"Ketika para karyawan hendak di-PHK secara massal, dua bulan sebelumnya pihak manajemen perusahaan membuat surat perjanjian tertulis bersedia di-PHK di atas meterai," ujar Marwapei yang sudah hampir tujuh tahun mengabdi di perusahaan udang tersebut.

Bila karyawan menandatangani surat perjanjian di atas meterai tersebut, maka sisa gaji dua bulan langsung dibayar, namun tidak semua karyawan menandatanganinya dan ada yang menolak.

Eks karyawan lainnya, Abdul Apip Letahiit yang bekerja di bagian engineering menjelaskan, tanggal 15 Desember 2018 lalu sempat masuk rumah sakit bersama tiga orang rekannya karena mengalami kecelakaan kerja.

Saat itu mereka disuruh Kepala Engineering bernama Ayong menuju lokasi pembibitan di Tanah Abang, namun mendapat berita ada gangguan jaringan di Arara sehingga kembali dan mobil yang dikemudikan terbalik.

Waktu masuk Rumah Sakit Masohi, dia sempat menunjukkan kartu BPJS Kesehatan yang dikantongi namun kartu BPJS Kesehatan dari perusahaan itu ditolak pihak RS dengan alasan belum terdaftar.

Padahal setiap bulan ada pemotongan gaji sekitar Ro23.000 per bulan sejak tahun 2016 dari perusahaan untuk BPJS Kesehatan.

Selama bekerja tahun 2016, dia mengaku menerima gaji sebesar Rp1,9 juta dan tahun 2018 sudah naik menjadi Rp2,3 juta. "Saya cuma menanyakan hak menyangkut asuransi kecelakaan dan pesangon PHK," ujar Letahiit.

Dia juga mengaku sudah pernah mengadukan perkara ini ke Disnakertrans Kabupaten Maluku Tengah untuk dilakukan mediasi sejak tahun 2018 tetapi hasilnya nihil sampai sekarang ini.

Sementara Ny. Rosdi Jamali yang merupakan isteri seorang eks karyawan PT. WLI mengaku datang bersama suami dan anak-anak ke gedung DPRD meminta para wakil rakyat untuk mencari kejelasan tentang persoalan mereka.

"Pihak perusahaan menyatakan pailit sehingga melakukan PHK massal tetapi buktinya mereka masih tetap beroperasi sampai saat ini sehingga kami tuntut kejelasan persoalan ini ke Pemprov dan DPRD," katanya.

Puluhan karyawan bersama anak dan isteri mereka sudah berada di Kota Ambon sejak sembilan hari lalu dan pernah melakukan aksi demo di Kantor Gubernur maupun kantor DPRD Maluku tanggal 4 Juli 2019.

Selama di Kota Ambon, 130 jiwa termasuk 35 anak-anak ini mendiami sebuah rumah di Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon), dan ada yang mencari Masjid atau Musolah untuk tidur di malam hari untuk memperjuangkan nasib mereka.

Mereka juga mengaku diusir paksa oleh pihak keamanan perusahaan ketika mendiami sebuah mess bekas yang sudah rusak lalu diperbaiki para eks karyawan tersebut untuk berlindung sambil memperjuangkan hak-haknya.

PT. WLI adalah sebuah perusahaan udang yang beroperasi di Desa Arara, Kecamatan Seram Utara di Kabupaten Maluku Tengah sejak tahun 1998 silam dan mulai melakukan pengurangan karyawan secara bertahap sejak tahun 2018 lalu.

Kedatangan puluhan eks karyawan bersama anak isteri mereka ke gedung DPRD Maluku dengan berjalan kaki dari Desa Batumerah untuk bermalam sehingga Plh Sekretaris DPRD Maluku, Bodewyn Watimena bersama stafnya menyiapkan karpet panjang, snack, minuman, serta makanan.*


Baca juga: PHK tidak prosedural di Maluku Utara disebut SPN harus diawasi

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019