Jakarta (ANTARA) - Pengelola Pasar Induk Kramat Jati akan konsisten mendisiplinkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di kawasan tidak pada tempatnya.

"Pedagang PKL perlu diarahkan untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan untuk fasilitas umum sehingga pengunjung merasa nyaman, begitupun pedagang di sini," ujar Staf Usaha dan Pengembangan Pasar Induk Kramat Jati, Wahyu Ibrahim di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan mengatur PKL di Pasar Induk Kramat Jati bukanlah persoalan yang harus menjadi beban, tapi sebuah aset yang bisa diberdayakan dengan berbagai tawaran kebijakan yang bisa saling menguntungkan.

Baca juga: Poli Pasar Induk Kramat Jati jadi andalan berobat para pedagang

Baca juga: Sejumlah sayur-mayur di Pasar Induk Kramat Jati merangkak naik

Baca juga: Pedagang cabai minta pemerintah antisipasi kenaikan harga


Menurut dia, persoalan PKL merupakan sebuah masalah sosial yang bertumpu pada ekonomi, atau pemenuhan kebutuhan materi. Maka, pembentukan kesadaran agar mematuhi peraturan penting.

"Kita kelola, tetap dikenakan tarif kompensasi lahan dan retribusi biaya pengelolaan pasar (BPP), ada nilai ekonomi disitu," paparnya.

Di Pasar Induk Kramat Jati, ia mengemukakan terdapat sekitar 4.000 lebih tempat usaha, mulai dari kios, los, hingga unit ruko.

"Kami menargetkan pendapatan pengelolaan di Pasar Induk Kramat Jati ini per bulannya sebesar Rp1,2 miliar, Alhamdulillah tercapai," paparnya.

Kendati demikian, ia mengakui, dalam periode tertentu target itu tidak tercapai karena beberapa hal, diantaranya pedagang menutup kiosnya.

"Kalau harga pokok melambung, banyak juga pedagang yang tutup, namun tahun ini cukup terjaga karena sejumlah harga-harga kebutuhan normal, kalaupun ada kenaikan tidak terlalu signifikan," katanya.

Wahyu Ibrahim menambahkan dalam mengelola Pasar Induk Kramat Jati pihaknya juga memperhatikan sisi-sisi humanis, misalnya memberi keringanan kepada pedagang jika tidak sanggup membayar tarif akibat sepi pembeli.

"Kita tahu, yang namanya berdagang tidak selamanya bagus terus penjualannya, kita tidak bisa paksakan harus bayar tarif sekian," ucapnya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019