Pontianak (ANTARA) - Perhelatan Festival Budaya Dayak (FBD) yang untuk pertama dilakukan mendapat respon dan antusias yang besar oleh masyarakat dengan dihadiri ribuan warga.

Sejumlah agenda dilaksanakan di FBD yang digelar di Rumah Adat Dayak, Ramin Bantang yang dimulai sejak 7 – 11 Juli 2019 mendatang.

Pembukaan FDB yang sekaligus juga diresmikan nya Rumah Adat Dayak, Ramin Bantang tersebut langsung dilakukan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmijdi.

Kegiatan yang diawali karnaval dan parade tangkint (senjata khas dayak) terbanyak kian membuat awal FBD semakin semarak. Peserta yang mayoritas memakai simbol warna merah yang mendominasi dan putih di pakaian adat, kebanggaan warga dayak di Bengkayang semakin menambah suasana meriah.

Satu per satu peserta karnaval keliling kota dan berakhir di Rumah Adat Dayak, Ramin Bantang . Tarian dayak yang juga simbol dari kebudayaan khas dipersembahkan di hadapan tamu dan pejabat di Kalbar.

Ikon Bengkayang

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Bengkayang, Martinus Kajot adanya Ramin Bantang yang merupakan rumah bersama untuk suku Dayak yang ada di Kabupaten Bengkayang menjadi ikon baru suku daya di Bengkayang.
Peresmian Rumah Adat Dayak, Ramin Bantang oleh Gubernur Kalbar (Kiri) dan Bupati Bengkayang (Kanan) yang bersamaan dengan Festival Budaya Dayak di Bengkayang (dedi)
Ikon tersebut akan menjadi kebanggaan adat Dayak kabupaten Bengkayang telah memiliki rumah adat yang sekian lama dinantikan.

Dengan telah menjadi ikon baru ia optimistis Ramin Bantang akan menjadi satu di antara destinasi wisata di Bengkayang.

Di rumah adat tersebut dari setiap apa yang dihadirkan selalu mengandung tersendiri. Misalnya, dua ekor burung Enggang (besar) itu dibuat karena Bupati Bengkayang baru ada dua orang. Kemudian 20 ekor anak Enggang (kecil) itu memakai Kabupaten Bengkayang yang sudah berusia 20 tahun.

“Selanjutnya gambar anjing dan manusia yang berdiri di gerbang, itu menceritakan bahwa pada jaman dulu kala nenek moyang (orang Dayak ) hidup suka berburu dan ditemani oleh seekor anjing,” papar dia.

Komitmen menjaga adat dan budaya menurutnya sudah menjadi tanggung jawab bersama. Pengenalan budaya terus dilakukan termasuk melalui FBD yang pertama. Hal itu sebagai bentuk bahwa adat dapat menyatukan dan berdampak kepada kebudayaan yang tetap lestari.

"Adat dan tradisi yang ada perlu kita kembangkan dan jaga karena adat istiadat itu titipan leluhur pada kita. Yang perlu kita jaga. Semoga FBD ini dapat mempererat persatuan kita," tutur Kajot yang juga ketua DPRD Bengkayang.

Pelestarian Budaya

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot menyambut baik dengan diselenggarakannya Festival Budaya Dayak I Kalbar dan peresmian Ramin Bantang. Menurutnya rumah adat merupakan salah satu sarana pelestarian adat istiadat suku dayak.

Ia menyebutkan bahwa Ramin Bantang menjadi ikon baru bagi daerah. Sehingga semakin mempermudah promosi di bidang pariwisata, khususnya wisata budaya.

Gidot  turut mengingatkan agar generasi muda, sebagai generasi penerus tidak mudah melupakan adat istiadat dan budaya, meski tantangan perkembangan saat ini semakin canggih dan cepat.

"Ramin Bantang adalah ikon baru, iion budaya Dayak di Kabupaten Bengkayang. Oleh karena itu, mari generasi muda untuk terus melestarikan dan memeliharanya. Jangan lupa dengan adat istiadat dan budaya walau di zaman yang serba canggih," katanya.

Budaya adalah anugerah

Gubernur Kalbar Sutarmidji mengatakan Kabupaten Bengkayang dianugerahi beragam budaya dan kekayaan lainnya merupakan anugerah dari tuhan semesta alam. Selain budaya Bengkayang juga terkenal obyek wisata alam nya. Kekayaan budaya dan alam harus menjadikan Bengkayang sebagai daerah yang terus maju.

Ia terus mendorong untuk melestarikan budaya dan menjaga serta memanfaatkan kekayaan alam untuk kemajuan daerah. "Tentu hal ini anugerah tuhan. Rumah adat Ramin Bantang ini yang juga merupakan simbol adat istiadat, ikon Bengkayang harus terus dikenalkan. Alam dan budaya harus kita syukuri.” 

Wisatawan asal negara tetangga Malaysia, takjub dengan budaya serta rumah adat dayak di Bengkayang. Dengan keberagaman budaya dan bangunan rumah adat tersebut tentu menjadi daya tarik sendiri bagi daya dan Bengkayang.

Wisatawan Asal Malaysia, Laurence Uri yang merupakan peserta pada FBD memuji atas didirikannya rumah adat Dayak Ramin Bantang tersebut. Uri juga menyebutkan bahwa masyarakat Kabupaten Bengkayang bersatu dan baik dalam persatuan. Sehingga mampu mewujudkan atau membangun rumah adat.

"Orang sini bersatu hati, dulu tidak ada sekarang ada. Saya puji kamu orang sini, satu hati satu Dayak satu budaya," ujarnya dalam bahasa Melayu Malaysia.

Hal senada juga disampaikan oleh Tokoh Adat Dayak Kabupaten Bengkayang, Esidorus. Ia memberikan apresiasi atas berdirinya dan peresmian Ramin Bantang Kabupaten Bengkayang. Esidorus berharap Ramin Bantang tersebut menjadi ikon untuk kabupaten Bengkayang.

"Tentu kita sangat apresiasi dan bangga terhadap peresmian Ramin Bantang ini, apalagi sudah dinanti-nantikan oleh masyarakat Kabupaten Bengkayang berupa rumah adat, dimana ini bentuk eksistensi pusat pengembangan adat dan budaya. Kita harapkan dengan diresmikannya Ramin Bantang oleh pak Gubernur ini menjadi ikon baru Kabupaten Bengkayang, terutama dalam pengembangan adat dan budaya," ujar Esidorus.

Esidorus berharap setelah diresmikannya Ramin Bantang ada spirit baru di seluruh masyarakat kabupaten Bengkayang untuk melestarikan adat dan budaya sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah.

Saat pembukaan juga hadir saat pembukaan juga oleh Kapolda Kalbar, Pangdam XI Tanjung Pura, Dandim 1202 Singkawang, Ketua DAD Provinsi Kalbar, Seksen DAD Kalbar, Pimpinan Bank DPD Provinsi Kalbar. Kementerian Pariwisata (yang diwakili), Danrem, Bupati dan wali Kota se - Kalbar, ketua DAD se- kalbar, Forkopimda Pemkab Bengkayang, Pejabat tinggi , camat dan Kades se- Bengkayang, undangan khusus dari Negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam, undangan dari Jakarta.

Baca juga: Warga Inggris Raya terpukau melihat Tari Mandau khas Dayak Kalteng

Baca juga: Festival Internasional Budaya Dayak Bidayuh diminati wisman Malaysia



 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019