Rokan Hilir, Riau (ANTARA) - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengajak masyarakat menjaga gambut dan membuktikan restorasi mampu menekan jumlah titik api hingga mencapai nol kebakaran hutan dan lahan sehingga program dapat berlanjut.

“Jika dihitung biaya pencegahan karhutla dibanding pemadaman satu banding lima. Ini yang dihitung Kementerian Koordinator Perekonomian. Karenanya Kepala BNPB dan Menteri Koordinator Perekonomian setuju jika anggaran untuk pemadaman api, untuk menyewa pesawat yang mahal, digunakan untuk melakukan pencegahan,” kata Nazir di Sei Segajah Makmur, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu.

Dana pemadaman karhutla tersebut, lanjutnya, sangat memungkinkan dialihkan untuk melanjutkan lagi program restorasi gambut yang fokus untuk melakukan pembasahan gambut, penanaman kembali dan revitalisasi ekonomi masyarakat di lahan gambut (rewetting, replanting, revitalization livelihoods).

Namun demikian ia mengatakan masyarakat perlu menjaga gambut dengan baik, dan membuktikan bahwa program-program restorasi gambut yang sudah dilakukan mampu menekan titik api hingga mencapai nol karhutla.

“Tapi harus kita buktikan program ini mampu mencegah kebakaran sampai nol. Ini penting untuk meyakinkan program ini ke Menteri Keuangan. Jadi Pak Penghulu, ini harus berhasil, pokmas harus lebih kuat menjalankan program ini,” ujar dia.

Datuk Penghulu Sei Segajah Makmur Dwi Rimawan mengatakan program pembasahan gambut memang sangat dibutuhkan terutama dusun yang memiliki lahan gambut lebih dari 70 persen dari total luas wilayah.

Menurut Dwi, karhutla besar terjadi di desa ini pada 2015, mencapai ribuan hektare (ha). BRG membuat program 10 sekat kanal dan 15 sumur bor pada 2018, hasilnya kebakaran dapat dicegah karena gambut tidak lagi kering.

Dengan kondisi lahan yang lembab, menurut dia, warga desa bahkan dapat menanaminya dengan produk pertanian hotikultura seperti cabai, tomat dan brokoli. “Warga bisa panen puluhan ton holtikultura. Harapannya program ini bisa dilanjutkan”.

Anggota Pokmas Sumur Bor Desa Segajah Makmur Suradi mengatakan karhutla masih terjadi di lahan-lahan gambut di sekitar desanya. Namun setidaknya api tidak ikut membakar lahan yang berjarak radius tiga kilometer (km) dari sekat kanal.

Sebelumnya, lahan-lahan warga desa yang mayoritas ditanami kelapa sawit langganan terbakar. Bahkan, menurut dia, lahan milik Ketua RT 01/RW5, Desa Sungai Segajah Makmur bernama Sarwanto yang sekarang sudah mampu menghasilkan berton-ton produk holtikultura seperti cabai dan tomato sebelumnya sempat habis terbakar.

Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Kabupaten Rokan Hilir Feri Hapraya mengatakan pengelolaan lahan gambut yang baik tidak membuat karhutla meluas.

“Lima tahun lalu jika Riau terjadi kebakaran hutan dan lahan, Rokan Hilir sudah pasti salah satunya yang juga diselimuti asap. Sekolah dan pasar harus libur, ekonomi terganggu, pesawat tidak berani terbang,” ujar Feri.

“Itu dulu. Alhamdulillah. Asap masih dijumpai tapi tidak sempat parah seperti sebelumnya,” lanjutnya.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019