Jakarta (ANTARA) - Untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-74, begawan sastra serba bisa, Remy Sylado menggelar pameran sejumlah karya seninya di Balai Budaja, Jakarta sejak 11 sampai 19 Juli 2019.

Tidak hanya menampilkan karya lukisnya, pameran yang dibuka pada Kamis ini juga menampilkan sejumlah bibliografi Remy hingga diskografinya.

Remy memang dikenal serba bisa. Lahir dengan nama Yapi Panda Abdiel Tambayong, Remy memulai karier sebagai wartawan di Semarang pada 1965 kemudian menjadi redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970).

Di Bandung dia juga menapaki karir sebagai dosen Akademi Sinematografi Bandung sejak 1971 dan ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Sementara itu, KH Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus menyebut kalau sosok seperti Remy Sylado adalah sosok langka. Dia segala bisa. Mulai dari menulis, melukis, hingga mengaransemen musik.

“Beliau ini maestro, mahkluk langka yang mungkin stoknya sudah habis,” kata Gus Mus yang hadir untuk meresmikan pameran ini dan membacakan puisi serta doa untuk Remy.

Bagi Gus Mus pribadi, dirinya merasa banyak hutang rasa pada Remy. Dia memberikan banyak pengetahuan pada Gus Mus, salah satunya tentany definisi mata keranjang.

“Saya selalu pikir bagaimana itu mata keranjang. Beliau jelaskan itu maksudnya mata ke ranjang. Enggak banyak yang tahu itu,” kata Gus Mus yang disambut tawa oleh para pengunjung.

Gus Mus mengenal Remy sudah cukup lama, yakni sejak tahun 1970-an kala Remy menahkodai Majalah Aktuil. Gus Mus pun rajin mengirim puisi mbelink yang juga dipimpin oleh Remy. Uniknya, Remy tak pernah tahu kalau puisi mbelink yang diterbitkan oleh Remy adalah buatan Gus Mus.

“Karena saya pakai nama alias. (Remy) baru tahu sampai ada sebuah acara di Semarang kemarin,” ucap dia.

Kepala Balai Budaja Syahnagra Ismail menyebut kalau sosok Remy memang layak disebut maestro. Dia tidak hanya menghasilkan karya seni tapi juga hidup bersama seni.

“Dia selalu hadir di setiap acara seniman, dia mendobrak kotak-kotak seni yang ada di negeri kita. Dia mendapat penghargaan dari luar negeri. Inilah yang mendasari kami membuat pameran ini,” ucap Ismail.

Menurut Ismail, Remy juga konsisten di jalan seni. Dalam melukis misalnya, dia sudah melakukannua sejak SE dan tetap melukis sampai hari ini.

“Ini saya kira yang kita dan seluruh teman muda untuk berkaca pada tokoh. Karena tanpa menghargai pemimpin akan sulit ke depan,” ucap dia seraya menuturkan ke depan Balai Budaja akan menjadikan pamera maestro sebagai agenda tahunan.

Baca juga: Remy Silado: Rohaniwan Jangan Punya Ambisi Politik

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019