Pertemuan Jokowi dan Prabowo dilakukan di momentum yang tepat yakni tidak lama ketika tahapan pemilu presiden dinyatakan telah selesai
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat hukum Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono menilai pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di moda raya terpadu (MRT) Jakarta, Sabtu (13/7) bisa menjadi tradisi kenegaraan untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia lebih baik.

"Pertemuan Jokowi dan Prabowo dilakukan di momentum yang tepat yakni tidak lama ketika tahapan pemilu presiden dinyatakan telah selesai," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.

Menurutnya tahapan pemilu presiden dinyatakan telah selesai ketika Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan dan atas putusan itu, kemudian KPU menetapkan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.

"Ucapan selamat secara langsung dari Prabowo kepada Jokowi atas terpilihnya sebagai Presiden 2019-2024 juga merupakan bentuk konfirmasi bahwa Prabowo sebagai capres telah menerima dan mematuhi putusan MK yang oleh UUD 1945 memang dinyatakan sebagai pemutus final atas segala sengketa hasil pilpres," tuturnya.

Ia menjelaskan pertemuan tersebut merupakan tradisi kenegaraan yang baik karena pada dasarnya pemilu bukan hanya sarana berebut kursi kekuasaan, melainkan pemilu juga sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat dimana elite politik harus memberi pemahaman pada rakyat.

"Pemilu bukanlah tujuan bernegara melainkan hanyalah instrumen yang harus dilalui untuk memilih pemimpin yang mendapatkan legitimasi dari rakyat dalam rangka mencapai tujuan negara," ucap Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Unej itu.

Untuk itu, lanjut dia, ketika pemilu telah usai sudah selayaknya semua kandidat yang pernah berkompetisi kembali bergandengan tangan untuk bersama-sama membangun negeri.

"Perlu juga diingat bahwa sesuai konstitusi pemenang sejati dalam pemilu sesungguhnya adalah seluruh rakyat Indonesia, sehingga tahapan pilpres telah selesai sudah selayaknya benih-benih perbedaan dan persaingan antar kontestan juga usai dan semua pihak kembali menjalankan fungsinya masing-masing untuk mengabdi bagi negeri," jelasnya.

Menurutnya bentuk pengabdian antar kandidat yang pernah bersaing dalam pilpres tidak harus bersama-sama dalam pemerintahan, melainkan bisa saja kandidat beserta kelompok politik yang belum mendapat kepercayaan dari rakyat memilih untuk menjadi kelompok penyeimbang pemerintah.

"Hal tersebut dalam rangka memastikan kontestan yang memenangkan pemilu dan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan dalam batas rel konstitusi dan menepati janji-janjinya selama masa kampanye," tuturnya.

Bayu mengatakan berada diluar pemerintahan dalam rangka menjadi kekuatan penyeimbang kelompok yang memerintah juga merupakan bentuk pengabdian yang mulia sepanjang dilakukan dengan proporsional yakni mendukung kebijakan pemerintahan yang dianggap baik dan mengkritisi kebijakan yang dianggap kurang tepat bagi rakyat.

Joko Widodo dan Prabowo Subianto bertemu di stasiun MRT Lebak Bulus Jakarta, dan bersama-sama naik MRT sampai stasiun Senayan Jakarta pada Sabtu (13/7) dan keduanya sepakat agar para pendukung bersatu, tidak ada lagi istilah "cebong" dan "kampret" di masyarakat.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019