dua bulan ke depan akan tanpa hujan sama sekali sehingga lingkungan akan jauh lebih kering
Palembang (ANTARA) - Kebakaran hutan dan lahan masih terus mengintai Provinsi Sumatera Selatan meski daerah ini sudah memperbaiki tata kelola penanganan bencana sejak empat tahun terakhir dengan lebih mengedepankan pada kegiatan mitigasi.

Faktor alam yakni keberadaan sekitar 1,4 juta hektare lahan gambut dan faktor sosial berupa adanya kebiasaan masyarakat setempat yang membuka lahan perkebunan dengan cara bakar (pertanian sistem sonor), ditengarai menjadi penyebab utama mengapa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu terjadi setiap tahunnya.

Meski diakui terjadi penurunan kasus sejak kejadian karhutla hebat yang menyebabkan bencana kabut asap pada 2015, karhutla tetap saja terjadi setiap tahunnya.

Seperti yang terjadi Sabtu (13/7) di dua kabupaten sekaligus yakni di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) yang menghanguskan lahan seluas 20 hektare, dan di Kabupaten Ogan Ilir yang terjadi di dua desa yakni di Desa Suak Batok seluas 1 hektare dan Desa Muara Baru seluas 2 hektare.

Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah  (BPBD) Provinsi Sumatera Selatan Ansori di Palembang, Minggu, mengatakan kebakaran tersebut  berada di lahan milik masyarakat yang berdekatan dengan kebun sawit milik PT Golden Blossom Sumatera (GBS).

Karhutla ini terjadi sejak Sabtu (13/7) sore sekitar pukul 15.00 WIB. Api kemudian dapat dilokalisir pada Minggu (14/7) pagi setelah dilakukan pemadaman oleh Tim Satgas Darat Penanggulangan Karhutla Sumsel.

Meski telah mengerahkan tim yang terdiri dari anggota Tim Reaksi Cepat BPBD Kabupaten PALI (16 orang) bekerja sama dengan anggota TNI (15 orang) dan Tim Pemadam dari perusahaan PT GBS (20 orang), api di lahan gambut tersebut sangat sulit dipadamkan karena keterbatasan sarana dan prasarana dan faktor cuaca.

Tim pemadam kesulitan lantaran selang milik perusahaan yang digunakan terbilang pendek sehingga tidak bisa mendekat ke sumber api. Padahal, sebanyak enam unit pompa air sudah digunakan untuk menyedot air dari kanal dan sumur bor.

Selain itu, kencangnya tiupan angin di malam hari membuat api semakin berkobar, apalagi lahan gambut yang terbakar ini diperkirakan kedalamannya lebih dari 1,5 meter.

“Inilah kendala yang kami hadapi jika terjadi karhutla, masalah akses jalan, kekurangan sarana dan prasarana, dan waktu terjadinya karhutla di malam hari. Seperti diketahui, helikopter pembom air tidak boleh beroperasi saat gelap,” kata dia.

Upaya pemadaman memang sangat sulit dilakukan, apalagi lahan gambut yang terbakar umumnya berada di lokasi yang sulit dijangkau.

Lahan gambut ini jika sudah terbakar sangat sulit dikendalikan karena wujudnya sangat kering selama musim kemarau sehingga sontak menjadi bahan bakar.

Selain itu, bukan seperti kebakaran pada umumnya, kebakaran di lahan gambut bukan hanya di bagian atas saja, tapi juga menjalar di bawah tanah karena memiliki ketebalan 1-3 meter.

Oleh karena itu, sejak  2016, Sumsel mengedepankan kegiatan mitigasi, seperti patroli ke desa-desa untuk mengawasi warga yang membuka lahan.

Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli mengatakan kepolisian telah memetakan desa-desa yang rawan mengalami karhutla berdasarkan riwayat tahunan, seperti desa-desa di Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir.

“Biasanya kami membuat posko di desa-desa itu, dan petugas-petugas kami sudah menginap di sana. Polisi akan memeriksa  warga yang akan masuk ke hutan, apakah membawa mancis atau tidak? Selain itu, mereka juga menyosialisasikan ke warga mengenai ancaman hukum jika membakar lahan,” kata dia.

Sejauh ini, Kapolda menilai langkah yang diambil itu cukup efektif untuk menekan kejadian karhutla selain penegakan dan kepastian hukum untuk memberi efek jera ke masyarakat. Pada 2018, terdapat 10 kasus ditangani, dan dua di antaranya melibatkan korporasi.

Upaya serius juga dilakukan perusahaan. GM Fire Management APP Sinar Mas Sujica Lusaka mengatakan bahwa, untuk menghadapi musim kemarau 2019, perusahaan kembali mengandalkan sistem penanggulangan kebakaran hutan secara terintegrasi (Integrated Fire Management - IFM) yang meliputi empat strategi utama yaitu pencegahan, persiapan, deteksi dini dan respons cepat.

Perusahaan juga mengoptimalkan berbagai fasilitas, di antaranya helikopter water bombing, peningkatan kapasitas tim pemadam kebakaran, dan penerapan Sistem Komando Bencana (Incident Command System).

"APP Sinar Mas juga telah membangun kemampuan deteksi dini, yang mampu mengidentifikasi kebakaran lebih dini," terang Sujica.

Sementara dari aspek pencegahan, ada program Desa Makmur Peduli Api yakni program pendampingan kepada masyarakat agar mereka tidak lagi melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Program (DMPA) juga bertujuan untuk mengedukasi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di sekitar area konsesi, sehingga mereka bisa sejahtera secara sosial-ekonomi melalui praktik yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan.


 

Kepala BPBD Sumsel Iriansyah menerima dana bantuan Rp300 juta dari Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo untuk operasi pencegahan dan penanggulangan karhutla 2019. (ANTARA /Yudi Abdullah/19)

Baca juga: 311 titik panas mucul di Sumsel sepanjang Januari-Juni
Baca juga: BPBD Sumsel tingkatkan operasi udara cegah karhutla



Lebih panas

Provinsi Sumatera Selatan diminta meningkatkan upaya pengurangan resiko bencana (mitigasi) karhutla karena Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi selama Agustus hingga September 2019.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang Nuga Putrantijo mengatakan, pada periode Agustus-September itu diprediksi kondisi kering atau tanpa hujan akan melanda Sumatera Selatan.

“Bahkan diprediksi BMKG, musim kemarau tahun ini akan lebih panjang dibanding tahun sebelumnya,” kata dia.

Ia mengatakan musim kemarau tahun ini berbeda dengan tahun lalu yang masih ada hujan. BMKG memperkirakan pada dua bulan ke depan akan tanpa hujan sama sekali sehingga lingkungan akan jauh lebih kering.

Kondisi ini tentunya memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. “Kami sudah informasikan ke berbagai pihak mengenai ancaman ini agar meningkatkan kewaspadaan, dengan mendahulukan aksi mitigasi,” kata dia.

Berdasar pengamatan BMKG, sejumlah wilayah sudah mengalami hari tanpa hujan mulai dari 20-60 hari, yang umumnya di bagian tengah wilayah Provinsi Sumsel seperti di Kabupaten Banyuasin, Muara Enim, Ogan Komering Ili dan Ogan Ilir. Selain itu sebagian Ogan Komering Ulu Selatan dan Ogan Komering Ulu Timur juga sudah ada yang mengalami kekeringan.

Suhu udara saat ini sudah mencapai 33-34 derajat Celcius, Ia memperkirakan pada puncak kemarau nanti tembus 36-37 derajat Celcius.

BMKG mencatat terdapat 311 titik panas sepanjang Januari-Juni 2019 yang tersebar di 5 kabupaten rawan karhutla, padahal pada tahun lalu dalam periode yang sama hanya 201 titik panas.

Sepanjang periode itu karhutla telah menghanguskan areal seluas 81,83 hektare. Namun, patut dicatat, peristiwa tersebut mayoritas terjadi di lahan mineral, bukan lahan gambut yang mudah terbakar.

Karhutla di 2019 itu terjadi di 5 kabupaten/kota di Sumsel, yang mana 17 karhutla di Kabupaten Ogan Ilir, 11 di PALI, lima di Banyuasin, satu di Musi Banyuasin (Muba), dan satu di Kota Lubuk Linggau.

Dari 35 kejadian karhutla yang terjadi sejak Januari 2019, diketahui 34 di antaranya terjadi di lahan mineral, dan hanya satu yang terjadi di lahan gambut.

Sementara untuk korban jiwa, diketahui satu orang meninggal dunia atas nama Harus Sohar (55) karena kehabisan oksigen setelah menghirup asap kebakaran dari lahan miliknya.

“Total luasan lahan terbakar yang berhasil dipadamkan oleh tim darat yakni 20 hektare. Sisanya padam dengan sendirinya karena lahan mineral, bukan gambut yang sulit dipadamkan," ujar Ansori.

Tetapi, kejadian ini  berbeda saat memasuki bulan Juli karena ini sudah mendekati puncak musim kemarau. Karhutla mulai terjadi di lahan gambut kering.

Untuk memastikan kesiapan menghadapi ancaman ini, Gubernur, Kapolda Sumatera Selatan, serta Pangdam II/Sriwijaya pun telah menandatangani maklumat bersama tentang kebakaran hutan, lahan, dan semak belukar.

Tak tanggung-tanggung, ancaman yang tertuang dalam maklumat tersebut bakal menjerat para pelaku pembakar lahan dengan kurungan maksimal 15 tahun penjara.

Kepala BPBD Provinsi Sumatera Selatan Iriansyah mengatakan, selain itu, untuk memitigasi resiko bencana kebakaran hutan dan lahan ini, BPBD Sumsel telah mengajukan permohonan bantuan pesawat TMC (teknologi modifikasi cuaca) mengingat pada Agustus-September akan terjadi puncak musim kemarau.

Sementara pada Juli ini diperkirakan masih ada kumpulan awan sehingga TMC dapat dilakukan, kata dia.

Selain menjalankan TMC, BPBD juga menyiagakan beberapa unit pesawat pembom air, yakni 1 heli WB Mi-8 UR-CNC, Mi-8 RA 22583, Mi-8 RA 22747 dan Mi-8 RDPL 34140.

Adanya beberapa unit helikopter pembom air itu tidak lepas dari penetapan status siaga bencana oleh Pemprov Sumsel beberapa waktu lalu.

Sumatera Selatan merupakan satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang rawan mengalami bencana karhutla. 

Pada 2018, total areal karhutla 37.362 hektare dalam kurun waktu 1 Februari-31 Oktober, dengan areal terluas berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mencapai 19.402 hektare.

Berbekal pada pengalaman itu, Sumsel melakukan perubahan mendasar pada penanganan karhutla dengan lebih mengedepankan mitigasi.

Meski demikian, bukan berarti provinsi ini sudah piawai dalam penanganan bencana. Provinsi Riau juga melakukan hal serupa sejak empat tahun lalu tapi tak juga membuat kasus menjadi nol.

Hari ini, Minggu (14/7), ada kabut tipis di dua kota tersebut yang  menyebabkan jarak pandang hanya lima kilometer.

 

Baca juga: BRG: Sekat kanal berbasis karet alam efektif jaga gambut tetap basah
Baca juga: Restorasi gambut di Sumsel butuh Rp92 miliar

 

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019