Samarinda (ANTARA News) - Sekitar 408 jenis satwa liar di Indonesia terancam punah akibat maraknya praktik perdagangan dan perburuan satwa ilegal, pembukaan areal tambang yang tidak terkendali, serta perambahan hutan yang merusak habitat. Kekhawatiran itu disampaikan oleh sekitar 25 mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Mulawarman (IMAPA Unmul) yang berunjukrasa di simpang empat Mall Lembuswana, Samarinda, Kaltim, Kamis sore. "Aksi ini kami lakukan untuk memperingati Hari Konservasi Perdagangan Satwa Liar yang jatuh pada tanggal 6 Maret," ungkap Koordinator aksi unjukrasa IMAPA Unmul, M. Arif Nashari ditemui di sela-sela unjukrasa. Selain melakukan orasi dan membagi-bagikan selebaran yang berisi seruan untuk menghentikan eksploitasi satwa liar, aksi unjukrasa yang mulai berlangsung sekitar pukul 16. 30 wita itu juga diwarnai aksi teatrikal dengan membuat kandang persis di tengah jalan. Dalam aksi teatrikal itu yang mengundang perhatian pengguna jalan tersebut, dua mahasiwa berada dalam kandang yang digambarkan sebagai orangutan yang akan diperdagangkan. "Orangutan yang hidup di Kalimantan salah satu satwa liar yang menjadi incaran para pemburu untuk diperdagangkan. Aksi teatrikal ini menggambarkan, perlakuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan satwa liar yang populasinya kian kecil,"ujar M. Arif Nashari. Data IMAPA Unmul tercatat, dari 300 ribu satwa liar yang ada di dunia, 17 persen diantaranya hidup di hutan Indonesia. Sebanyak, 515 jenis mamalia dan 1539 jenis burung serta 45 persen jenis ikan di dunia hidup di perairan Indonesia. Dari data tersebut, jumlah satwa liar yang terancam punah di Indonesia yakni 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91, jenis ikan dan 28 jenis invertebrata. "Sungguh sangat memprihatinkan, Idonesia yang dikenal sebagai negara kaya Sumber Daya Alam (SDA) namun ratusan jenis satwa liarnya terancam punah akibat kurangnya perhatian pemeirntah dalam melindungi satwa-satwa itu,"ungkap Korlap IMAPA Unmul tersebut. Dikatakan, perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian habitat satwa langka di Indonesia. M. Arif Nahari mengungkapkan, 95 persen satwa yang dijual di paar merupakan hasil tangkapan alam dan bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20 persen satwa liar yang dijual di pasaran, kata dia mati akibat sistem pengangkutan yang tidak layak. "Berbagai jenis satwa dilindungi terancam punah akibat masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa itu, harganyapun kian mahal sehingga banyak satwa-satwa langka di Indonesia menjadi incaran untuk dijual ke luar negeri,"ujarnya. Perdagangan satwa liar kata M. Arif Nashari diperkirakan beromzet sembilan triliun per tahun. Orangutan kata dia, dibeli dari pemburu Rp 50 per ekor lalu dijual lagi menjadi Rp 3 juta per ekor. Harga tersebut berubah saat dipasarkan ke pasar-pasar penjualan satwa liar Asia-Tenggara menjadi $ 15 Dollar AS dan naik $ 45 Dolar AS ketika dijual di pasar Amerika. Salah satu penyebab terancam punahnya satwa liar itu yakni perambahan hutan yangtidak bertanggung jawab. Data IMAPA Unmul, laju kerusakan hutan mencapai 3,8 juta hektar per tahun. "Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan laju kerusakan hutan yang menjadi habitat satwa liar yang ada di Indonesia. Kami juga meminta petugas yang berwenang (bea cukai dan kepolisian serta instansi terkait) bertindak tegas terhadap pelaku perdagangan satwa liar,"kata Korlap IMAPA Unmul itu. Aksi unjukrasa seruan menghentikan eksploitasi satwa liar itu berakhir sekitar pukul 16. 00 WITA.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008