Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi saksi soal proses penganggaran untuk Kabupaten Tulunggagung dalam penyidikan kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018.

Adapun penyidikan itu dilakukan untuk tersangka Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono (SPR).

"Dari pemeriksaan selama dua hari, penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait anggaran provinsi ke Kabupaten Tulungagung, seperti proses penganggaran yang diketahui oleh para saksi terkait," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Baca juga: KPK periksa 11 saksi kasus Ketua DPRD Tulungagung

Baca juga: KPK geledah lima lokasi di Jatim kasus Ketua DPRD Tulungagung


Febri mengatakan penyidik KPK melakukan pemeriksaan saksi tersebut di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jawa Timur pada Jumat (12/7) dan Senin (15/7).

"Sebanyak 11 saksi diperiksa pada 12 Juli 2019 dan lima saksi diperiksa pada 15 Juli 2019," ucap Febri.

Unsur saksi berasal dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Timur serta sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tulungagung yang berasal dari Komisi A, B, dan C.

KPK pada Rabu (10/7) dan Kamis (11/7) juga telah menggeledah lima lokasi di Jawa Timur dalam penyidikan kasus suap tersebut.

Pada Rabu (10/7) dilakukan penggeledahan di satu lokasi, yaitu kantor Badan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur dan disita sejumlah dokumen penganggaran.

Baca juga: Ketua DPRD Tulungagung enggan tanggapi status sebagai tersangka KPK

Kemudian, kegiatan penggeledahan dilanjutkan pada Kamis (11/7) di empat rumah pribadi sejumlah pejabat yang masih aktif ataupun telah pensiun di Badan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur, yaitu Budi Juniarto, Toni Indrayanto, Budi Setiawan, dan Ahmad Riski Sadig.

Dari empat lokasi itu, tim KPK menyita dokumen terkait penganggaran dan barang bukti elektronik berupa telepon genggam.

KPK pada 13 Mei 2019 telah mengumumkan Supriyono sebagai tersangka terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.

Dalam konstruksi perkara kasus tersebut, Supriyono diduga menerima Rp4,88 miliar terkait proses pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.

Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.

Baca juga: KPK telah periksa 39 saksi untuk tersangka Ketua DPRD Tulungagung

Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang "fee" para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.

Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap bahwa Supriyono menerima Rp3,75 miliar dengan rincian penerimaan "fee" proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp2 miliar.

Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp750 juta sejak 2014-2018.

Kemudian, "fee" proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp1 miliar.

Baca juga: KPK panggil Plt Bupati Tulungagung Maryoto Birowo

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019