Jakarta (ANTARA News) - Hak ekonomi, sosial, dan budaya perempuan Indonesia belum menjadi prioritas kegiatan advokasi organisasi perempuan. "Isu Ecosoc memang belum banyak diangkat. Di Indonesia karena sejarahnya perjuangan HAM bermula dari represi hak bersuara maka fokusnya kemudian lebih banyak pada hak sipil dan politik," kata Sri Wiyanti Eddyono, SH. LLM, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), di Jakarta, Jumat. Anggota Komnas Perempuan yang lain, Arimbi Heroepoetri juga mengatakan bahwa isu itu masih terbelakang dalam kegiatan pembelaan hak asasi manusia. Kampanye hak ekonomi, sosial dan budaya dalam perjuangan hak asasi manusia global baru dilakukan tahun 1990-an. "Konstruksinya juga masih rumit," katanya. Padahal kenyataannya negara tidak saja lemah dalam melindungi hak-hak sipil dan politik namun juga dalam memenuhi hak ekonomi, sosial dan budaya termasuk diantaranya hak atas pekerjaan, hak atas upah yang layak serta hak untuk mengakses pangan, pendidikan dan kesehatan. Di samping itu, pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya perempuan sebenarnya bisa menjadi jalan untuk menekan pelanggaran terhadap perempuan seperti diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Untuk itu, menurut Arimbi, Komnas Perempuan saat ini tengah mempersiapkan kerangka advokasi hak ekonomi, sosial dan budaya yang lebih komprehensif. "Harapannya tahun ini bisa mulai dilakukan," katanya. Sementara Sri Wahyuni mengatakan sebenarnya Komnas Perempuan dalam beberapa tahun terakhir sudah memulai upaya spesifik untuk mengampanyekan dan melakukan pembelaan terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya perempuan. "Kami sudah menaruh perhatian pada migrasi karena ini adalah hal yang terkait erat dengan kemiskinan. Kami masuk dengan melakukan advokasi untuk perlindungan buruh migran," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008